7 Sep 2011

Beramal bukan untuk dikenal, bergerak bukan untuk dilihat! Sebuah Kutipan dari Kitab min muqawimmat nafsiyah islamiyah (pilar-pilar pengokoh nafsiyah Islam)

Seseorang Muslim yang bergerak dan dinamis sudah barang tentu akan menjadi "artis". Bukan ingin narsis, tapi itulah sebuah sunatullah jika kita mau menganalisis. Ah, sudah cukup menulis dengan ritme "-is" di akhir kalimatnya! Susah sekali mencari diksinya! :D

Okay, saya akan sedikit curcol. Tulisan dengan tema ini sudah lama ingin saya buat. Hal ini karena saya tergelitik dengan fenomena update status di facebook dan tweet di twitter tentang aktivitas-aktivitas yang sedang dijalani. God d**n everyone become an artist!! Kadang ada yang update ini dan itu tentang aktivitasnya. Saya tidak tahu apa tujuan sang empunya account update status aktivitasnya, namun saya berdoa semoga beliau-beliau yang memiliki account (pun saya) dijauhkan dari gambaran buruk dalam hadits-hadits yang saya kutip dari kitab min muqawimmat nafsiyah islamiyah (pilar-pilar pengokoh nafsiyah Islam) ini.

Sebagai pembuka, berikut kisah yang telah diriwayatkan oleh Abû Yusuf dalam kitab al-Atsar dari Abû Hanifah dari Ali bin al-Aqmar
Umar bin al-Khathab pernah lewat kepada seorang laki-laki yang sedang makan dengan tangan kirinya. Umar saat itu berdiri menghadap para sahabat yang sedang makan. Maka Umar berkata kepada lelaki itu, “Wahai hamba Allah, makanlah dengan tangan kananmu!” Laki-laki itu berkata, “Tangan kananku ‘sibuk’”. Kemudian Umar menghampiri kedua dan ketiga kalinya tapi laki-laki itu tetap makan dengan tangan kirinya dan berkata seperti tadi. Kemudian Umar berkata, “Sibuk dengan apa?” Laki-laki itu berkata, “Tangan kananku terputus pada perang Mu’tah”. Maka Umar pun terkejut mendengar jawabanya itu. Kemudian berkata, “Lalu siapa yang yang mencuci pakaianmu? Siapa yang meminyaki rambutmu? Siapa yang melayanimu?” Ali bin Akmar berkata, “Kemudian Umar menyiapkan kebutuhannya. Umar memerintahkan agar ia diberi seorang budak, satu tunggangan beserta makanan dan nafkahnya.” Para sahabat berkomentar, “Umar telah memberikan balasan kebaikan kepada rakyatnya.”

Kemudian dalam suatu hadits panjang, dikabarkan kemalangan seorang yang telah menyangka dirinya berbuat baik, padahal tidak! Semoga kita dijauhkan dari kondisi semacam ini. 
Hadits Abû Hurairah diriwayatkan oleh Muslim dan an-Nasâi, ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Yang pertama kali akan diadili di hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Kemudian ia dibawa ke hadapan Allah, dan Allah memberitahukan kenikmatan kepadanya, maka ia pun mengetahuinya. Allah berfirman, “Apa yang engkau lakukan di dunia?” Orang itu berkata, “Aku telah berperang karena-Mu hingga aku syahid.” Allah berfirman, “Engkau berdusta. Sebenarnya engkau berperang karena ingin dikatakan sebagai pemberani dan hal itu telah dikatakannya”. Kemudian Allah Swt. memerintahkan untuk membawanya, maka orang itu diseret di atas wajahnya hingga dilemparkan ke neraka. Kemudian orang yang mempelajari dan mengajarkan ilmu serta membaca al-Quran. Lalu ia dibawa ke hadapan Allah, dan Allah memberitahukan kenikmatan kepadanya, maka ia pun mengetahuinya. Allah berfirman, “Apa yang engkau lakukan di dunia?” Orang itu berkata, “Aku telah mempelajari ilmu dan megajarkannya, aku pun membaca al-Quran karena-Mu.” Allah berfirman, “Kamu berdusta. Sebenarnya kamu mempelajari ilmu karena ingin dikatakan sebagai orang alim. Kamu membaca al-Quran karena ingin dikatakan sebagai Qari, dan semua itu telah dikatakannya.” Kemudian Allah SWT memerintahkan untuk membawanya. Maka orang itu diseret di atas wajahnya hingga dilemparkan ke neraka. Kemudian orang yang diberi keluasan oleh Allah dan diberi karunia bermacam-macam harta. Lalu ia dibawa ke hadapan Allah, dan Allah memberitahukan kenikmatan kepadanya, maka ia pun mengetahuinya. Allah berfirman, “Apa yang engkau lakukan di dunia?” Orang itu berkata, “Tidak ada satu jalan pun yang Egkau sukai untuk berinfak di jalan itu kecuali aku menginfakkan hartaku karena-Mu.” Allah berfirman, “Kamu berdusta. Sebenarnya kamu melakukan itu semua karena ingin dikatakan sebagai dermawan, dan semua itu telah dikatakan.” Kemudian Allah Swt. memerintahkan untuk membawanya. Maka orang itu diseret di atas wajahnya hingga dilemparkan ke neraka.

Kemudian hadits Abdullah bin Amru, riwayat ath-Thabrâni dan Baihaqi, ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: 
"Barangsiapa memperdengarkan amalnya kepada manusia, maka Allah akan memperdengarkan amalnya pada pendengaran seluruh makhluk Allah. Allah akan mengecilkan dan menghinakannya (di hari kiamat)." (al-Mundziri berkata, “Salah satu sanad ath-Thabrâni adalah perawi yang sahih”).
Hadits Auf bin Malik al-Asyja’iy riwayat ath-Thabrâni dengan sanad yang hasan, ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Barangsiapa yang melaksanakan suatu amal dengan riya, maka Allah akan memperlihatkan amal itu di hari kiamat. Dan barangsiapa yang beramal dengan sum’ah, maka Allah akan memperdengarkan amal itu di hari kiamat."
Az-Zubaidi dan ash-Shafi telah mengeluarkan dalam al-Kanz dan al-Hâkim, at-Tirmidzi dalam an-Nawâdir, serta Abû Nu’im dalam al-Hilyah dengan sanad yang dikatakan oleh al-Hâkim, “Aku tidak mengetahui adanya kecacatan padanya”. Dari Anas bin Malik, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

Nanti di akhir zaman akan terdapat “Didan al-Qurra". Siapa saja yang hidup di zaman itu, maka hendaklah ia berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk dan dari mereka (Didan al-Qurra). Mereka adalah orang-orang yang berbau busuk. Kemudian akan bermuculan berbagai jenis penutup kepala dan jubah, maka manusia sudah tidak lagi merasa malu dari riya. Orang yang berpegang teguh pada agamaku saat itu bagaikan orang yang menggenggam bara api. Orang yang berpegang teguh pada agamanya pahalanya seperti pahala lima puluh orang. Para sahabat berkata, “Apakah lima puluh itu dari mereka atau dari kami?” Rasulullah saw. bersabda, “Dari kalian.”
Didan al-Qura’ adalah orang yang beribadah terfokus pada hal-hal yang dzahir, yang sengaja dilakukan agar mereka (dapat) (mencari) makan di dunia. (Lihat Faidhul Qadir, Syarah Jami’ ash-Shagir)
Hadits riwayat Ibnu Majah, Baihaqi dan al-Hâkim, ia berkata, hadits ini shahih tidak ada penyakitnya.
"Dari Zaid bin Aslam, dari bapaknya, bahwa Umar ra. telah keluar menuju Masjid kemudian ia menemukan Muadz sedang menangis dekat kuburan Rasulullah saw. Umar berkata, “Apa yang membuat engkau menangis?” Muadz berkata, “Aku menangis karena ingat suatu hadits yang pernah aku dengar dari Rasulullah saw., beliau bersabda:
'Riya yang sedikit adalah syirik. Barangsiapa yang memusuhi wali-wali Allah, maka ia telah memerangi Allah secara terang-terangan. Sesungguhnya Allah Swt. mencintai orang-orang yang berbuat baik yang bersih hatinya, dan tersembunyi. Jika mereka tidak ada, maka mereka tidak dicari; jika mereka hadir, maka mereka tidak dikenal. Hati mereka merupakan pelita-pelita petunjuk, yang mengeluarkan mereka dari problem dan balak yang membingungkan.'"
Demikian beberapa hadits dan atsar yang saya kutip sepenuhnya dari kitab tersebut. Bagi yang berminat membaca kitab tersebut secara penuh silahkan beli sendiri kitabnya (jangan minta ke saya! hehe), atau bisa download di link yang sudah saya sediakan di bawah.  Semoga bermanfaat untuk kita semua! :)
Hasbi Rabbi Jalallah
Ma Fiy Qalbi Ghayrallah
Nabi Muhammad Sallallah
Laailaa ha Illallah!
[Jihad-Soldier of Allah]


===============================================================
Sekedar tambahan tentang definisi-definisi riya' dan Tasm'i.

Riya adalah manginginkan keridhaan manusia ketika bertaqarub. Riya termasuk aktivitas hati bukan aktivitas lisan dan anggota badan yang lainnya. Riya hakikatnya merupakan tujuan dari perkataan atau perbuatan. Jadi, di dalam riya terjadi pengalihan tujuan taqarub; yang sejatinya ditujukan hanya untuk Allah semata menjadi karena manusia. Karena itu perkataan dan perbuatan taqarub bukanlah riya itu sendiri, melainkan tempat adanya riya. Sedangkan riya itu sendiri adalah tujuan dari suatu taqarub, bukan yang dituju —ketika yang dituju adalah ridha manusia. Apabila tujuan dari suatu taqarub berserikat antara Allah dan Manusia, maka taqarub seperti itu adalah haram. Lebih parah lagi dari hal ini, jika taqarub tersebut murni ditujukan untuk manusia, bukan untuk Allah.

Adapun yang dimaksud at-Tasmi’ adalah menceritakan aktivitas taqarub kepada manusia untuk memperolah keridhaan mereka. Perbedan antara riya dan tasmi’ (sum’ah) adalah riya itu menyertai suatu amal, sedangkan tasmi’ adalah setelah beramal. Riya tidak bisa diketahui kecuali oleh Allah dan tidak ada cara bagi orang lain untuk mengetahuinya. Bahkan orang yang riya sekali pun tidak akan mengetahui adanya riya dalam dirinya, kecuali jika ia berubah menjadi ikhlas. Imam Nawawi telah meriwayatkan dalam al-Majmû’ dari asy-Syâfi’i, beliau berkata: “Tidak akan mengetahui riya kecuali orang yang ikhlas.” Ikhlas itu membutuhkan perhatian yang serius dan kesungguhan jiwa. Tidak akan mampu berbuat ikhlas kecuali orang yang telah memisahkan diri dari dunia.

Tasmi’ bisa jadi ada dalam suatu taqarub yang dilakukan secara tersembunyi seperti orang yang shalat di malam hari, dan di pagi harinya ia meceritakan taqarubnya itu kepada orang lain. Tasmi’ bisa juga ada pada taqarub yang dilakukan secara terangterangan di suatu tempat, kemudian diceritakan kepada orang lain yang ada di tempat lain. Semua itu dilakukan dengan tujuan ingin memperoleh keridhaan manusia.

download terjemah buku/kitab Min Muqawimat an-Nafsiyah al-Islamiyah (pilar-pilar pengokoh nafsiyah Islam part 1
download terjemah buku/kitab Min Muqawimat an-Nafsiyah al-Islamiyah (pilar-pilar pengokoh nafsiyah Islam part 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar