25 Sep 2013

tentang lemahnya hadits ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ

Berikut ini hasil sy bertanya pada ust yang concern di masalah 'ulumul hadits. Semoga bisa menambah ilmu kita semua.

bismillah..
tadz, ada yang mempertanyakan tentang sanad Hadits riwayat Ahmad tentang Khilafah:
....ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
dikatakan seperti ini:

"Salah satu rawi Hadis di atas bernama Habib bin Salim. Menurut Imam Bukhari, “fihi nazhar”. Inilah sebabnya imam Bukhari tidak pernah menerima hadis yang diriwayatkan oleh Habib bin Salim tsb. Di samping itu, dari 9 kitab utama (kutubut tis’ah) hanya Musnad Ahmad yang meriwayatkan hadis tsb. Sehingga “kelemahan” sanad hadis tsb tidak bisa ditolong.Rupanya Habib bin salim itu memang cukup “bermasalah.” Dia membaca hadis tsb. di depan khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz untuk menjustifikasi bahwa kekhilafahan ‘Umar bin Abdul Aziz merupakan khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Saya menduga kuat bahwa Habib mencari muka di depan khalifah karena sebelumnya ada sejumlah hadis yang mengatakan: “Setelah kenabian akan ada khilafah ‘ala minhajin nubuwwah, lalu akan muncul para raja.”
Hadis ini misalnya diriwayatkan oleh Thabrani (dan dari penelaahan saya ternyata sanadnya majhul). Saya duga hadis Thabrani ini muncul pada masa Mu’awiyah atau Yazid sebagai akibat pertentangan politik saat itu.

Berikut ini penjelasannya:
Benarkah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tersebut dha’if? Benarkah Habib bin Salim Al-anshari tidak tsiqah? Dalam kitab Tahdzibut Tahdzib al-Hafizh berkata, “Abu Hatim menyatakan tsiqah. Al-Bukhari menyatakan, fihi nadzar (Beliau m
asih harus diteliti). Abu Ahmad bin Adi, Laisa fi mutuni ahaditsihi haditsun munkar bal qad idhtharaba fi asanidi ma ruwiya 'anhu (Pada matan-matan haditnya tidak terdapat hadits munkar, tetapi ada beberapa sanadnya yang mudhtharib, dan diriwayatkan darinya).” Kemudian al-Hafizh berkata, “Saya tegaskan, bahwa al-Ajiri berdasarkan penuturan Abu Dawud menyatakan tsiqah, dan Ibn Hibban memasukannya dalam kitab ats-Tsiqqat. Dalam kitab Taqribut Tahdzib, beliau menyatakan, La ba'tsa bihi (Tidak ada masalah dengan beliau).

Ungkapan lebih lengkap Imam al-Bukhari di atas terdapat dalam kitab at-Tarik al-Kabir. Pada point ke 2606 tercatat, Habib bin Salim Maula an-Nu'man bin Basyir al-Anshari dari Nu'man, telah meriwayatkan darinya Abu Basyir, Basyir bin Tsabit, Muhammad al-Muntasyir, Khalid bin Urfuthah dan Ibrahim bin Muhajir dan beliau adalah sekretaris an-Nu'man fihi nadzar. Pada point ke 3347, ketika al-Bukhari menyatakan bahwa Yazid bin an-Nu'man bin Basyir sebagai sahabat Umar bin Abdul Aziz, beliau mengutip pernyataan Habib bin Salim (yang beliau nilai dengan ungkapan fihi nadzar). Perlu dicatat, bahwa Habib bin Salim al-Anshari adalah salah satu rijal dalam shahih Muslim. Imam Muslim (II/598) meriwayatkan hadits tentang bacaan pada shalat Ied dan Jum'ah dari an-Nu'man bin Basyir, melalui sanad Yahya bin Yahya, Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ishaq, dari Jarir, berkata Yahya telah memberitahu kami Jarir, dari Ibrahim bin Muhamad bin al-Muntasyir dari bapaknya dari Habib bin Muslim Maula an-Nu'man bin Basyir dari an-Nu'man bin Basyir. Artinya menurut Imam Muslim, Habib bin Salim al-Anshari memenuhi syarat yang telah beliau tetapkan dalam mukaddimah kitab Shahih-nya. Maka, bisa dimengerti mengapa al-Hafizh dalam Taqribut Tahdzib menyatakan, La ba'sa bihi (Tidak ada masalah dengan beliau). Ungkapan La ba'sa bihi, menurut ulama' ilmu ushul hadits, sebagaimana yang diungkapkan oleh as-Sakhawi dalam Fathul Mughits, secara umum adalah tingkat paling rendah untuk menggolongkan perawi sebagai perawi yang tsiqah. Ibnu Mu'in, sebagaimana yang dinukil oleh al-Hafizh ibn Katsir, juga mengungkapkan hal yang senada.

Untuk memahami pernyataan Imam al-Bukhari, fihi nadzar, al-Hafizh ibn Katsir dalam kitab al-Ba'its al-Hatsits fikhtishari Ulumi al-Hadits menjelaskan, apabila al-Bukhari berkata tentang rajul (hadits), Sakatu anhu atau fihi nadzar artinya fainnahu yakunu fi adna al-manazili wa arda'iha indahu, lakinnahu lathiful ibarah fit-tajrih (menurut beliau itu ada pada tingkat terendah, tapi beliau menggunakan ungkapan tajrih dengan cara yang halus). Itulah yang dimaksudkan oleh Imam al-Bukhari dengan ungkapan fihi nadzar. Agar lebih diskriptif, mari kita perhatikan apa yang disampaikan oleh Imam at-Tirmidzi (IV/54), tentang hadits seorang laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan budak istrinya. Beliau berkata hadits an-Nu'man di dalam isnad-nya terjadi idhtirab. Beliau juga berkata, saya mendengar Muhammad (maksudnya al-Bukhari) berkata bahwa Qatadah tidak mendengar dari Habib bin Salim hadits ini, tapi dia meriwayatkan dari Khalid bin Urfuthah. Sedangkan dalam kitab Aun al-Ma'bud disebutkan bahwa at-Tirmidzi berkata, saya bertanya pada Muhammad bin Isma'il (maksudnya al-Bukhari) tentang Khalid bin Urfuthah, maka beliau berkata saya menahan diri terhadap hadits ini. Penjelasan at-Tirmidzi ini bisa kita gunakan untuk memahami arah ungkapan Imam al-Bukhari di atas. Maka, sangat akal kalau kemudian Imam Muslim, salah satu murid Imam al-Bukhari, mencantumkan dalam kitab shahih beliau, hadits yang diriwayatkan dari Habib bin Salim.

Bagaimana dengan pernyataan Imam Ibnu Adi, Laisa fi mutuni ahaditsihi haditsun munkar bal qad idhtharaba fii asanidi ma ruwiya anhu? Dalam kitab al-Kamil fi Dhua'afa'ir Rijal. Ibn Adi berkata: "…dan untuk Habib bin Salim hadits-hadits yang didektekan untuknya, sanadnya memang berbeda-beda, meski pada matan haditsnya bukan hadits munkar, tetapi terjadi idhtirab pada sanad-sanadnya sebagaimana yang diriwayatkan darinya oleh Habib bin Abi Tsabit…". Itulah ungkapan Ibnu Adi tentang Habib bin Salim. Dengan demikian tidak ada alasan yang kuat untuk mendhaifkan Habib bin Salim al-Anshari. Adapun indikasi idhtirab yang disampaikan oleh beliau juga bisa dijelaskan dari pernyataan at-Tirmidzi di atas. Al-Hafizh al-Manawi dalam kitab Faidh al-Qadir menjelaskan dengan mengutip pernyataan al-Hafizh sungguh Habib bin Salim itu ma'ruf (popular) dalam riwayat dan beliau adalah tabi'in yang ma'ruf. Al-Hafizh al-Iraqi dalam kitab Mahajjatu al-Qarbi ila Mahabbati al-Arab menegaskan, bahwa hadits ini shahih. Ibrahim bin Dawud al-Wasithi di-tsiqah-kan oleh Abu Dawud at-Thayalisi dan Ibnu Hibban, dan rijal lainnya (termasuk) yang dibutuhkan dalam (kitab) shahih.

Oleh karena itu, Ibn Hajar al-Haitsami, dalam Majma’ az-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid (V/188), menyatakan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ini rijal-nya tsiqqah. Selain itu, tidak benar bahwa bisyarah nabawiyyah akan datangnya khilafah tersebut hanya didasarkan pada hadits riwayat Imam Ahmad dan al-Bazzar. Masih banyak hadits-hadits lain yang maknanya sama dengan hadits tersebut. Misalnya hadits tentang akan datangnya khilafah di Baitul Maqdis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (VII/68), Ahmad (V/288), at-Thabrani (Musnad Syamiyyin,VI/149), al-Baihaqi (IX/169) dan Al-hakim (XIX/186).

Jadi, keliru sekali, kalau ada yang menganggap perjuangan untuk menerapkan hukum melalui Khilafah hanya didasarkan pada hadits dha'if. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tentang akan datangnya khilafah adalah shahih. Masih banyak hadits-hadits lain yang bil ma'na menegaskan hal yang sama.

Tentang ungkapan bahwa hadits khilafah hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan tidak didukung oleh kitab-kitab hadits yang lain yang masyhur. Ungkapan ini justru lebih menegaskan keawaman mereka di bidang Musthalah al-Hadits. Di kalangan ulama' hadits muta'akhirin memang telah sepakat untuk menetapkan lima kitab induk, yaitu Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan an-Nasa'i dan Sunan at-Tirmidzi. Sebagian ulama' muta'akhirin yang lain, al-Hafizh Abu Fadhl bin Thahir menggolongkan satu kitab lagi sehingga menjadi Kutub As-sittah. Beliau memasukkan Sunan Ibnu Majah. Pendapat ini diikuti oleh al-Hafizh al-Maqdisi, al-Mizzi, Ibn Hajar al-Asqalani dan al-Khazraji.

Jadi ini merupakan ikhtiar para ulama Hadits untuk menentukan grade kualitas kitab-kitab hadits secara umum. Tentu klasifikasi tersebut tidak mutlak, dan tidak otomatis menafikan kitab-kitab yang tidak termasuk Kutub al-Khamsah atau Kutub as-Sittah. Seperti as-Sunan al-Kubra karya al-Hafizh al-Kabir Imam al-Baihaqi, Shahih Ibn Huzaimah, Shahih Ibnu Hibban, dan lain-lain.
read more

9 Jun 2013

The Brocure


Menjadi kebiasaan di hari Jumat, seorang Imam masjid dan anaknya yang berumur 11 tahun membagi brosur di jalan-jalan dan keramaian, sebuah brosur dakwah yg berjudul “Thariiqun ilal jannah” (jalan menuju jannah). Tapi kali ini, suasana sangat dingin ditambah rintik air hujan yang membuat orang benar-benar malas untuk keluar rumah.

Si anak telah siap memakai pakaian tebal dan jas hujan untuk mencegah dinginnya udara, lalu ia berkata kepada sang ayah, “Saya sudah siap, Ayah!” “Siap untuk apa, Nak?” “Ayah, bukankah ini waktunya kita menyebarkan brosur ‘jalan menuju jannah’?” “Udara di luar sangat dingin, apalagi gerimis.” “Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” “Saya tidak tahan dengan suasana dingin di luar.” “Ayah, jika diijinkan, saya ingin menyebarkan brosur ini sendirian.” Sang ayah diam sejenak lalu berkata, “Baiklah, pergilah dengan membawa beberapa brosur yang ada.”

Anak itupun keluar ke jalanan kota untuk membagi brosur kepada orang yang dijumpainya, juga dari pintu ke pintu. Dua jam berjalan, dan brosur hanya tersisa sedikit saja. Jalanan sepi dan ia tak menjumpai lagi orang yang lalu lalang di jalanan. Ia pun mendatangi sebuah rumah untuk membagikan brosur itu. Ia pencet tombol bel rumah, namun tak ada jawaban. Ia pencet lagi, dan tak ada yang keluar. Hampir saja ia pergi, namun seakan ada suatu rasa yang menghalanginya. Untuk kesekian kali ia kembali memencet bel, dan ia ketuk pintu dengan lebih keras. Ia tunggu beberapa lama, hingga pintu terbuka pelan. Ada wanita tua keluar dengan raut wajah yang menyiratkan kesedihan yang dalam Wanita itu berkata, “Apa yang bisa dibantu wahai anakku?”

Dengan wajah ceria, senyum yang bersahabat si anak berkata, “Nek, mohon maaf jika saya mengganggu Anda, saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda, dan saya membawa brosur dakwah untuk Anda yang menjelaskan bagaimana Anda mengenal Allah, apa yang seharusnya dilakukan manusia dan bagaimana cara memperoleh ridha-Nya.” Anak itu menyerahkan brosurnya, dan sebelum ia pergi wanita itu sempat berkata, “Terimakasih, Nak.”

Sepekan Kemudian Usai shalat Jumat, seperti biasa Imam masjid berdiri dan menyampaikan sedikit taushiyah, lalu berkata, “Adakah di antara hadirin yang ingin bertanya, atau ingin mengutarakan sesuatu?”

Di barisan belakang, terdengar seorang wanita tua berkata, “Tak ada di antara hadirin ini yang mengenaliku, dan baru kali ini saya datang ke tempat ini. Sebelum Jumat yang lalu saya belum menjadi seorang muslimah, dan tidak berfikir untuk menjadi seperti ini sebelumnya. Sekitar sebulan lalu suamiku meninggal, padahal ia satu- satunya orang yang kumiliki di dunia ini. Hari Jumat yang lalu, saat udara sangat dingin dan diiringi gerimis, saya kalap, karena tak tersisa lagi harapanku untuk hidup. Maka saya mengambil tali dan kursi, lalu saya membawanya ke kamar atas di rumahku. Saya ikat satu ujung tali di kayu atap. Saya berdiri di kursi, lalu saya kalungkan ujung tali yang satunya ke leher, saya memutuskan untuk bunuh diri. Tapi, tiba-tiba terdengar olehku suara bel rumah di lantai bawah. Saya menunggu sesaat dan tidak menjawab, “paling sebentar lagi pergi”, batinku. Tapi ternyata bel berdering lagi, dan kuperhatikan ketukan pintu semakin keras terdengar. Lalu saya lepas tali yang melingkar di leher, dan saya turun untuk sekedar melihat siapa yang mengetuk pintu. Saat kubuka pintu, kulihat seorang bocah berwajah ceria, dengan senyuman laksana malaikat dan aku belum pernah melihat anak seperti itu. Ia mengucapkan kata-kata yang sangat menyentuh sanubariku, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda.”

Kemudian anak itu menyodorkan brosur kepadaku yang berjudul, “Jalan Menuju Jannah.” Akupun segera menutup pintu, aku mulai membaca isi brosur. Setelah membacanya, aku naik ke lantai atas, melepaskan ikatan tali di atap dan menyingkirkan kursi. Saya telah mantap untuk tidak memerlukan itu lagi selamanya. Anda tahu, sekarang ini saya benar-benar merasa sangat bahagia, karena bisa mengenal Allah yang Esa, tiada ilah yang haq selain Dia. Dan karena alamat markaz dakwah tertera di brosur itu, maka saya datang ke sini sendirian utk mengucapkan pujian kepada Allah, kemudian berterimakasih kepada kalian, khususnya ‘malaikat’ kecil yang telah mendatangiku pada saat yang sangat tepat. Mudah-mudahan itu menjadi sebab selamat saya dari kesengsaraan menuju kebahagiaan jannah yang abadi. Mengalirlah air mati para jamaah yang hadir di masjid, gemuruh takbir. Allahu Akbar. Menggema di ruangan. Sementara sang Imam turun dari mimbarnya, menuju shaf paling depan, tempat dimana puteranya yang tak lain adalah ‘malaikat’ kecil itu duduk. Sang ayah mendekap dan mencium anaknya diiringi tangisan haru. Allahu Akbar!”

Lihatlah bagaimana antusias anak kecil itu tatkala berdakwah, hingga dia mengatakan “Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” Ia tidak bisa membiarkan manusia berjalan menuju neraka. Ia ingin kiranya bisa mencegah mereka, lalu membimbingnya menuju jalan ke jannah. Lihat pula bagaimana ia berdakwah, menunjukkan wajah ceria dan memberikan kabar gembira, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda.” Siapa yang tidak trenyuh hati mendengarkan kata-katanya? Berdakwah dengan apa apa yang ia mampu, juga patut dijadikan teladan. Bisa jadi, tanpa kita sadari, cara dakwah sederhana yang kita lakukan ternyata berdampak luar biasa. Menjadi sebab datangnya hidayah bagi seseorang. Padahal, satu orang yang mendapat hidayah dengan sebab dakwah kita, lebih baik baik bagi kita daripada mendapat hadiah onta merah. Wallahu a’lam bishawab.


read more

12 Mar 2013

bla.. bla.. bla..


Hari ini entah setan dari mana yang menghinggapi kepala, saya tiba-tiba pengen teriak, pengen menghilang, pengen lari-lari. Tapi pada akhirnya semuanya Cuma berhenti di “pengen”. Karena pada faktanya saya gak melakukan satupun.

Lalu apa yang saya lakukan? Tentu berakhir dengan menampari tuts-tuts hitam bertuliskan huruf-huruf putih. Iya, saya malah “hadir” di depan kalian. Ini di sini. Bukan di lapang dengan sepatu kets, bukan di gunung dengan suara parau setelah teriak, atau di tempat entah berantah.

Apa karena saya tidak cukup berani untuk berlaku ‘liar’ semacam di atas? Bukan! Karena saya sudah ber’azzam untuk tidak lagi lari dari masalah-masalah dan tekanan-tekanan. Tunggu dulu, bukan berarti saya berfikiran bahwa tindakan menghilang, lari, ataupun teriak itu berarti lari dari masalah, hanya saja pada saat ini permasalahan dan tekanan-tekanan yang saya hadapi ini membutuhkan penyelesaian yang cepat. Bukan dalam hitungan bulan, minggu, atau hari, tapi hitungan jam! Artinya adalah jika saya melakukan hal-hal di atas—yang tentu saja membutuhkan banyak waktu—maka justru saya akan melalaikan apa yang menjadi persoalan-persoalan saya ini. Artinya saya lari dari masalah, dan saya tidak akan melakukan hal itu. Tidak begitu.

Kenapa? Karena seberapa berat pun masalah, sungguh sudah dijanjikan bahwa itu tidak akan melebihi kemampuan atau kapasitas yang saya miliki. Saya yakin itu, karena Pencipta saya yang mengatakannya langsung pada saya. Lho? Mengatakan langsung? Ya baca saja di kumpulan kalam-Nya. Bagi saya, dengan membaca kalam-Nya itu adalah komunikasi secara langsung. Seperti halnya surat dengan alamat yang ditujukan pada alamat rumah saya dari seseorang yang nun jauh di sana. Tentu surat itu sangat bersifat privat, bukan ditujukan untuk orang di seisi rumah, apalagi untuk seluruh orang di kota tempat saya tinggal.

Ah, sudahlah. Nampaknya sudah cukup saya membuat lubang di gunung api yang akan erupsi. Lagi pula saya sudah terlalu lama ada di depan kalian. Sudah sekitar 20 menit. Bukannya saya bilang bahwa persoalan saya harus dipecahkan dalam hitungan jam?

read more

23 Jan 2013

BANTAHAN KESHAHIHAN HADIST JIHAD MELAWAN HAWA NAFSU ADALAH JIHAD AKBAR


بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Catatan ini dibuat untuk membantah argumentasi kaum liberal, para orientalis serta orang2 yg sudah terjangkit Al-Wahn akut dalam dirinya yang ingin merubah makna jihad yg sebenarnya.

Diantara kesalahan tentang pemahaman Jihad yang menyebabkan ummat enggan untuk melaksanakannya adalah pemahaman jihad besar (jihad melawan hawa nafsu) dan jihad yang lebih rendah. Seiring dengan keyakinan ini, berjuang melawan hawa nafsunya sendiri dipertimbangkan sebagai jihad yang terbesar, yang menjadikan jihad dengan berperang di medan pertempuran merupakan jihad yang paling rendah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda sewaktu pulang dari perang Tabuk,

رَجَعْنَا مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ . قَالُوْا وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ ؟ قَالَ جِهَادُ الْقَلْبِ

“Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar.” Mereka berkata, “Apakah jihad yang lebih besar itu?” Beliau menjawab, “Jihad hati.” (HR. Al-Baihaqi dalam Az-Zuhd (384) dan Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (Bab Al-Wawi/Dzikr Al-Asma` Al-Mufradah) dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhuma. Al-Mizzi dalam Tahdzib Al-Kamal (biografi Ibrahim bin Abi Ablah Al-Adawi/210) dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (biografi Ibrahim bin Abi Ablah); dari Ibrahim bin Abi Ablah.

Imam As-Suyuthi mengatakan, “Diriwayatkan Ad-Dailami, Al-Baihaqi dalam Az-Zuhd, dan Al-Khathib.” [Jami’ Al-Ahadits (15164)]

Dalam riwayat Al-Khathib disebutkan, bahwa ketika NabiShallallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabat baru saja dari suatu peperangan, beliau bersabda kepada mereka,

قَدِمْتُمْ خَيْرَ مَقْدَمٍ مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ . قَالُوْا : وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ ؟ قَالَ : مُجَاهَدَةُ الْعَبْدِ هَوَاهُ

“Kalian telah kembali ke tempat kedatangan terbaik, dari jihad yang lebih kecil menuju jihad yang lebih besar.” Para sahabat berkata, “Apakah jihad yang lebih besar itu? Nabi bersabda, “Jihad seorang hamba melawan hawa nafsunya.”


Konsepsi ini walaupun secara fakta didasarkan atas sebuah hadits, akan tetapi hadits ini dapat disangkal dari beberapa aspek, yang akan saya sebutkan berikut ini.

1. Status Keshahihannya hadits jihaad al-nafs lemah (dhoif), baik ditinjau dari sisi sanad maupun matan.

Dari sisi sanad, isnad hadits tersebut lemah (dha'if). Al-Hafidz al-'Iraqiy menyatakan bahwa isnad hadits ini lemah. Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalaaniy, hadits tersebut adalah ucapan dari Ibrahim bin 'Ablah. (lihat kitab Al Jihad wal Qital fi Siyasah Syar’iyah karya Dr. Muhammad Khair Haikal)

Hadits ini tidak bisa digunakan untuk sebuah hujjah, karena al-Baihaqi berkata berkaitan dengan ini,

Al-Baihaqi berkata, “Hadits ini sanadnya lemah."

As-Suyuthi menukil dari Ibnu Hajar, “Hadits ini sangat terkenal dan sering diucapkan. Ia adalah perkataan Ibrahim bin Abi Ablah dalam Al-Kunanya An-Nasa`i.” [Ad-Durar Al-Muntatsarah fi Al-Ahadits Al-Musytaharah (1/11)]
Al-Iraqi mendha’ifkan hadits ini dalam Takhrij Ahadits Al-Ihya` (2567).

As-Suyuti juga berpendapat bahwa aspek hukumnya lemah, hal ini beliau utarakan dalam bukunya, Jami’ As-Shaghir.

Sebagian orang mungkin mengatakan bahwa hadits dha’if bisa diterima dalam persoalan keutamaan amal. Pendapat ini tidak bisa diterima, karena kami tidak percaya bahwa jihad bisa digunakan untuk keutamaan amal. Jika hal itu memang benar, bagaimana mungkin Rasulullah saw. bersabda bahwa, “Diamnya ummat ini adalah penghianatan terhadap jihad”

Selanjutnya, siapapun yang mengikuti Yahya Ibn al-‘Ala’, sebagai seorang perowi hadits maka akan menemukan dalam biografinya sesuatu yang akan menyebabkannya meninggalkan hadits tersebut.. Ibnu Hajar al-Asqalani berkata (berpendapat) tentangnya dalam At-Taqrib, “Dia tertuduh sebagai pemalsu hadits”. Adz-Dzahabi berkata dalam Al-Mizan, “ Abu Hatim berkata bahwa dia bukanlah seorang perowi yang kuat, Ibnu Mu’in menggolongkannya sebagai perawi yang lemah. Ad-Daruqutni berkata bahwa dia telah dihapuskan (dalam daftar perawi) dan Ahmad bin Hanbal berkata “ Dia adalah seorang pembohong dan pemalsu hadits”.

Bahkan Ibnu Taimiyah mengkategorikannya sebagai hadist mungkar. Ibnu Taimiyah berkata,“Tidak ada dasarnya dan tidak seorang pun ahli makrifat yang meriwayatkannya sebagai perkataan dan perbuatan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Bagaimanapun, jihad melawan kaum kafir adalah termasuk amalan yang terbesar dan paling utama.”[ Majmu’ Al-Fatawa: 11/197, dan Al-Furqan Baina Awliya` Ar-Rahman wa Awliya` Asy-Syaithan: 46]

Dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah (2460), Syaikh Al-Albani berkata, “Hadits mungkar.” Dan dalam Dha’if Al-Jami’ Ash-Shaghir (8510), Al-Albani mendha’ifkannya

Dari sisi matan hadits (redaksi), redaksi hadits jihaad al-nafs di atas bertentangan dengan nash Al Qur’an maupun Hadits yang menuturkan keutamaan jihaad fi sabilillah di atas amal-amal kebaikan yang lain. Oleh karena itu, redaksi (matan) hadits jihad al-nafs tidak dapat diterima karena bertentangan dengan nash-nash lain yang menuturkan keutamaan jihad fi sabilillah di atas amal-amal perbuatan yang lain.

Hadits ini secara tegas dan jelas bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Allah Yang Maha Kuasa berfirman:

لَّا يَسْتَوِى ٱلْقَٰعِدُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ وَٱلْمُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ دَرَجَةًۭ ۚ وَكُلًّۭا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًۭا

Tidaklah sama antara mu`min yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai `uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk [340] satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk [341] dengan pahala yang besar,

دَرَجَٰتٍۢ مِّنْهُ وَمَغْفِرَةًۭ وَرَحْمَةًۭ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًا

(yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS.An-Nissa':95-96)

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَهَاجَرُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَآئِزُونَ

orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.

يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُم بِرَحْمَةٍۢ مِّنْهُ وَرِضْوَٰنٍۢ وَجَنَّٰتٍۢ لَّهُمْ فِيهَا نَعِيمٌۭ مُّقِيمٌ

Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padaNya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal,

خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌۭ

mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.(QS.At-Taubah:20-22)

Hadits ini (hadits tentang jihad melawan hawa nafsu) juga bertentangan dengan hadits-hadits mutawatir yang disampaikan oleh Nabi saw., yang menjelaskan tentang keutamaan jihad. Kami akan menyebutkan beberapa diantaranya.

“Waktu pagi atau sore yang digunakan di jalan Allah adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (Bukhari dan Muslim)

“Berdiri satu jam dalam perang di jalan Allah lebih baik daripada berdiri dalam shalat selama 60 tahun.” (shahih al-Jami’)

Abu Hurairah ra berkata,

“ Apakah ada diantara kamu yang mampu berdiri dalam shalat tanpa berhenti dan terus melakukannya sepanjang hidupnya?” Orang-orang berkata, “Wahai Abu Hurairah! Siapa yang mampu melakukannya?” Beliau berkata “Demi Allah! Satu harinya seorang mujahid di jalan Allah adalah lebih baik daripada itu.”Pernyataan dari orang yang mengatakan bahwa “Berjuang melawan dirinya sendiri adalah jihad yang terbesar karena tiap individu mendapatkan ujian siang dan malam”, dapat disangkal dengan hadits berikut: Dari Rasyid, dari Sa’ad r.a., dari seorang sahabat, seorang laki-laki bertanya, “ Ya Rasulallah! Kenapa semua orang-orang yang beriman mendapatkan siksa kubur kecuali orang-orang yang syahid?” Beliau saw. menjawab: “Pertarungan dari pedang di atas kepalanya telah cukup sebagai siksaan (ujian) atasnya.” (Shahih Jami’)

Berkata Ibnu Hajar pengertian yg segera dapat ditangkap dari kata2 fisabilillah adalah jihad Kalau fisabilillah disebutkan secara mutlak (tdk tersambung dg kata lain) secara bebas artinya adalah jihad. Ada sebagian org yg merubah pengertian syar’i dg memperluas pengertian fisabilillah menafsirkan sabda Rasulullah ini Sungguh berangkat dipagi hari atau di sore hari fi sabilillah itu lebih baik daripada bumi dan seisinya (HR.Bukhari).

Mereka menafsirkan hadist ini dg tabligh, kutbah, pidato!!! Menafsirkan dg duduk menyadarkan seseorang agar sholat, puasa!!! Inikah perang fisabilillah yg lebih baik daripada dunia & seiisinya?! Ini adalah perluasan arti dalam bhsa yg memang memungkinnya. Tetap istilah syar’I tidak memperbolehkannya. Rasulullah bila mengucapkan secara mutlak kata2 fisabilillah, kata2 itu berarti jihad jika dimutlakan, karena itu kletika seseorang bertanya kepada rasulullah : Tunjukanlah kepada kami amal yg menyamai jihad, beliau menjawab: “aku tdk mendapatkannya, lalu beliau bersabda: apakah kamu mampu bila seoarang mujahid keluar(berperang) kamu masuk ke dalam masjid lalu berdiri utk sholat tanpa terputus, & berpuasa tanpa berbuka. Orang itu berkata :siapakah yg dapat melakukan itu? (HR.Bukhari)

2. Kesalahpahaman dari penafsiran hadist ini termasuk dalam bentuk ketidak adilan dan salah dalam menempatkan status para mujahid.

Allah ta’ala telah memerintahkan kita untuk menegakkan keadilan sebagaimana dalam firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.Al-Maidah:8)

Apakah adil, kita mengatakan perang yang dilakukan oleh saudara-saudara kita di medan perang adalah jihad yang paling rendah? Ketika dalam hitungan menit saja tubuh-tubuh mereka meledak, berpencarlah kaki-kaki mereka, tubuh-tubuh mereka melayang (mengambang) di air, darah berceceran dimana-mana, sampai-sampai jenazah-jenazah mereka tidak bisa dikuburkan (karena telah hancur).

Itu semua mereka lakukan untuk mendapatkan keridhoan-Nya. Dimana letak kerendahan dari jihad yang dilakukan oleh pemuda-pemuda tadi jika dibandingkan dengan aktivitas puasa kita, yang berbuka dengan makanan lezat, lalu bagaimana mungkin aktivitas puasa itu dinilai sebagai jihad yang paling besar? Demi Allah! Ini adalah pemberian nilai yang tidak sesuai, jika anda menyampaikan permasalahan ini sebelumnya pada generasi pertama (Islam) maka mereka tidak akan pernah menyampaikan pandangan hukum berbeda.

Dr.Muhammad Amin, seorang penduduk Mesir berkata dalam kitabnya, bagian dari dakwah Islam adalah jihad dengan dirinya sendiri, adapun jihad dengan harta tidak menunjukkan atas penegakkan seruan atas kebenaran dan berpendirian di atas kebenaran, menyeru kepada kebenaran dan melarang kemunkaran serta memberikan kontribusi hidup dan hartanya di jalan Allah merupakan jihad yang kurang sempurna. Ini adalah ungkapan yang aneh!!!

Tatkala kita ditimpa ujian yang sangat berat dimana kaki ikut terguncang dan hati selalu was-was akan ancaman, bisakah itu disebut jihad yang rendah? Ketika kita merasakan keadaan aman dan nyaman di rumah, berkumpul dengan keluarga dan teman-teman, bisakah ini disebut dengan tingkatan jihad yang tertinggi ! Keadaan ini seperti ungkapan seseorang yang gembira dalam keadaan duduk membelakangi perintah Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya. Seperti orang yang mendapati kesenangan dan kenyamanan dalam hidupnya padahal realitanya mereka hanya menipu jiwa mereka sendiri yang lemah karena nilai-nilai kebenaran amal seluruhnya mereka tentang.

3. Pertimbangan Jihad

Sebagian orang mungkin heran ketika mereka mendengar orang yang menggambarkan jihad (di medan perang) adalah jihad yang terendah atau orang yang menganggap berperang di jalan Allah merupakan aktivitas yang kecil dibandingkan dengan perbuatan yang lain. Jika kita menelusuri kehidupan orang-orang tersebut, melihat sejarah mereka dan mempelajari alasan-alasan mereka atas penolakan persoalan ini, maka akan kita temukan bahwa penjelasan atas pendirian mereka adalah sangat sederhana. Orang-orang tersebut meremehkan jihad dan memberikan prioritas kepada studi di Universitas, menulis di majalah-majalah dan berpidato di konferensi-konferensi untuk mengakhiri perang dan mengakhiri aksi syahid. Dengan melihat kehidupan mereka, maka akan ditemukan sebuah ancaman terhadap kesatuan ummat, karena ummat ini akan digiring pada pandangan mereka.

Ummat akan merasa bahwa dirinya lemah dan menahan diri dari aktivitas jihad (mereka hanya menerima teori dan konsepnya saja) akan tetapi tidak berpartisipasi dalam jihad. Tidak ada keinginan atas dirinya untuk bersama-sama dengan orang-orang yang mendapatkan rahmat Allah (Syahid), mereka juga menganggap tidak memiliki keuntungan untuk bergabung dengan camp-camp mujahid. Sebuah camp yang serba sederhana, jauh dari kemewahan dan kekurangan akan bahan pokok, yang akan menjadikan mereka merasakan perbedaannya antara kehidupan di camp tersebut dengan kehidupan yang dijalaninya di universitas yang penuh dengan makanan-makanan, hiburan dan ruangan kelas yang ber-AC.

Bagaimana mungkin orang-orang tersebut dapat menerima kebenaran nilai dari jihad ketika mereka tidak berpartisipasi dalam dunia perang, tidak juga masuk ke dalam arena kerusuhan dalam perang?

Jika seorang terjun ke dalam sebuah pertempuran maka cukup untuk membenarkan atas semua kesalahpahamannya. Seorang mujahid, hanya dalam hitungan beberapa jam saja dapat melihat segala sesuatu yang menakutkan yang akan menyebabkan rambut anak-anak pun menjadi beruban. Bom-bom yang meledak akan membersihkan jiwa-jiwa saudara-saudara kita yang kita cintai yang ikut andil dalam perjuangan dan jihad. Mereka akan melihat bagaimana situasi dari orang-orang ketika roket-roket meledak di atas kulit kepala mereka atau di bawah kaki mereka? Bagaimana situasi ketika mereka melihat dengan mata kepala sendiri anggota tubuh seperti lengan, kaki dan usus hancur berhamburan, anggota tubuh yang sehat menjadi cacat, hilang ingatan atau lumpuh? Inilah alasan pokok atas penolakan orang-orang yang meremehkan jihad.

Dalam beberapa jam atau hari seorang mujahid melihat dengan mata kepalanya sendiri bentuk-bentuk kekerasan, ujian dan kesengsaraan yang dialami tatkala jihad, tidakkah yang lainnya melihat hal ini selama 10 tahun terakhir ini? Akan menjadi sesuatu hal yang mustahil bagi seseorang untuk melaksanakan aktivitas jihad secara fisik kecuali ia dapat berpartisipasi di dalamnya. Oleh karena itu orang yang masih berselisih dengan mujahid dalam persoalan jihad ini atau orang-orang menyeru manusia untuk meninggalkan perang maka sebaiknya bergabung dengan camp jihad walaupun hanya sebagai pembantu atau dia seharusnya berpartisipasi dalam perang walaupun hanya sebagai orang yang masak, lalu setelah itu kita akan melihat pendapat-pendapatnya, apakah masih dia mengatakan bahwa pena sebanding atau sama dengan kalashnikov ?

Di akhir tulisan ini, saya kutipkan beberapa kalimat yang telah dikirim oleh seorang mujahid Abdullah bin Al-Mubaraq dari tanah jihad kepada temannya Al-Fudail bin Iyyad, orang yang menasihati para penguasa dan membuatnya menangis, beliau tidak meminta bayaran akan tetapi murni muncul dari keikhlasan.

يَاعَابِدَ الْحَرَمَيْنِ لَوْ أَبْصَرْتَنَا لَعَلِمْتَ أَنَكَ بِالعِبَادَةِ تَلْعَبُ مَنْ كَانَ يَخْضَبُ خَدُهُ بِدُمُوْعِهِ فَنُحُوْرُنَا بِدِمَائِنَا تَتَخَضَبُ

“ Wahai orang yang beribadah di Masjid Haromain, seandainya engkau melihat kami tentu engkau tahu bahwa engkau dalam beribadah itu hanya main-main saja, kalau orang pipinya berlinang air mata, maka, leher kami dilumuri darah “

Semoga kita terpilih di antara hambaNya dalam rangka jihad di jalan Nya dan meraih cita cita kita yaitu syahid di jalan Nya. Sebagaimana fiman Allah 'Azza wa Jalla : “… dan agar sebagian kamu di jadikan Nya syuhada” (QS. Ali Imran : 140)

Wallahu'alam bishshowab.
Pirated from: Here
read more

14 Jan 2013

INSOMNIA


Yaa Allah... Jika memang aku diamanahi insomnia, anugerahi aku insomnia yang produktif.
Sepertihalnya "Insomnia" para 'ulama yang menghasilkan ribuan buku dengan bersenjatakan alat tulis mereka.
Aamiin.
read more

Optimize Your Propaganda on Socmed by Activating RSS Graffiti

Kalian penggemar jejaring sosial (social media)? Apa? Jangan bilang kalian gak tau social media! Itu lho semacam twitter, facebook, dll.!

Beribu, bahkan puluhan juta orang punya akun FB, Twitter dll., tapi berapa persen di antara jutaan orang itu yang memiliki pemikiran bahwa jejaring sosial adalah salah satu lahan untuk penyebaran ide dan  propaganda? Mungkin kah lebih dari 50%-nya? Ah, saya gak tahu.
Jangan sampai hidup kalian di dunia maya itu dihabiskan dengan keluhan-keluhan yang tidak bermutu!

Emm.. Kalian tahu? Ada hal lain yang saya tuju lebih dari sekedar bergaya saat saya mengaktifkan "RSS Graffiti"? Saya ingin memiliki tabungan. Mengerti? Yap! Karena saat anda mengaktifkan RSS Graffiti, anda akan terus menebar info, yang dengan info itu Insya Allah orang akan tercerahkan. Salah satu diantara kebaikan yang akan terus mengalir meski kita telah mati; ilmu yang bermanfaat. :)

Oke! mari sedikit berbagi gaya! Yang ingin saya bagi adalah cara untuk mengaktifkan RSS Feed. Makhluk apakah itu? Jadi RSS Feed adalah nama robot program onlline yang akan melakukan auto-post dari situs yang kita berlangganan darinya di tempat-tempat yang anda minta, misalkan dikirim ke e-mail ataupun sosial media seperti Facebook atau Twitter. Jadi anda akan meng-update tanpa anda menekan tombol-tombol. Keren, kan? :-D

Ini langkah-langkah saat anda ingin mengaktifkan auto feed dengan menggunakan RSS Feed di Facebook:

1. Ketik "RSS Graffiti" di bagian search seperti gambar di bawah ini, kemudian klik yang paling atas itu.

2. Setelah ada muncul pilihan-pilihan, klik "setuju" atau "izinkan" saja lah. Dijamin aman sentausa.

3. Nah, kemudian akan muncul gambar seperti di bawah ini. Nah, pilih seperti yang saya lingkari: "Add new publishing plan".
4.  Sudah di-klik langkah yang di atas? Kalau sudah, maka akan muncul permintaan untuk menamai "publishing plan" nya. Ya silahkan isi sekehendak hati. Jadi satu "publishing plan" itu adalah perencanaan anda berlangganannya anda pada satu sumber situs dan akan disebar ke akun mana saja. Bingung? Lanjut saja lah dulu!
5. Nah setelah menamai, anda akan mendapati satu "publishing plan". Seperti yang anda lihat di bawah ini. Langkah selanjutnya adalah anda klik tombol biru "add new" yang sexy itu. Jika sudah, anda berhak melompat ke langkah ke-6.


 6. Selamat! Anda sudah ada di langkah ke-6! Jika berfikir "duh, ribet banget!", maka saya katakan anda sudah separuh jalan! Lanjut gan! hehe. Oke, setelah anda klik tombol "add new" tadi, maka akan muncul kotak lagi seperti di bawah ini. Itu tanda bahwa sudah saatnya anda memilih situs mana yang akan anda langganan-i. Biarkan tab situs RSS Graffiti ini terbuka. Jangan ditutup!

 7. Buka situs yang anda akan berlangganan darinya, kemudian cari tombol yang bertuliskan "subscribe RSS" atau "RSS Feed" atau tombol semisalnya. Ditemukan? Silahkan klik sekarang juga! Jangan menunggu besok, karena belum tentu ada besok! Tidak ditemukan tombol semisal RSS Feed? nampaknya anda belum beruntung. hehe | Sebagai contoh, saya berlangganan dari www.hizbut-tahrir.or.id seperti yang anda lihat di bawah.

 8. Setelah anda klik tombol "subscribe RSS",  maka akan muncul halaman seperti di bawah. Langkah selanjutnya adalah anda meng-copy alamat seperti yang saya lingkari merah itu. Caranya? Tinggal di-block itu semua huruf, kemudian copy.

 9. Masih buka laman RSS Graffiti tadi? Nah, silahkan paste saja seperti gambar di bawah ini. Kemudian klik "add source" dan melompatlah ke proses nomor 10!

 10.  Silahkan atur berapa kali anda akan melakukan posting automatis dalam satu hari dengan mengubah pilihan di bawah tulisan "update frequency". Bisa satu, dua, empat atau berapa kali posting dalam sehari. Selain itu anda juga bisa mengatur dalam satu kali posting itu berapa berita yang diposting dengan mengubah pilihan di bawah kata "maximum posts per update".

 11. Di sebelah kanan anda akan menemukan tulisan "target" dan ada tombol "add new" yang sekarang menjadi biru dan bisa diklik. Nah, sekarang silahkan klik saja, maka akan muncul seperti gambar di bawah ini. Pilihan "choose target" itu adalah untuk memilih ke mana anda akan posting. Bisa di akun anda sendiri, bisa di page yang anda buat, bisa di grup yang anda masuk di dalamnya. Selain itu ada tab "publish on behalf of" yang bisa anda rubah jika anda ingin posting atas nama page yang anda manage.
12. Dan tibalah saat yang paling ditunggu: langkah terakhir. Yap, di langkah terakhir ini anda tinggal meng-klik tombol yang berada di tengah itu: tombol "off" yang jika ditekan akan menjadi "on". TADAAA! Selesai sudahlah semua prosesnya.




SELAMAT MENABUNG UNTUK HARI SETELAH KITA BERLELAH DI DUNIA.
Kenapa saya merasa perlu untuk mengaktifkan fitur ini di FB? Karena--mengutip perkataan @kang_magnum di twitter--aku ingin tetap hidup meskipun telah mati.

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ، لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا. وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا.

"Barangsiapa yang mengajak kepada suatu petunjuk, maka dia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala-pahala mereka. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia memperoleh dosa semisal dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa-dosa mereka." HR. Muslim 

فَوَاللهِ، لأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ.

"Demi Allah, sungguh Allah memberi petunjuk terhadap seorang laki-laki melalui dirimu adalah lebih baik bagimu daripada kamu memperoleh unta merah. HR. Bukhari.

( حُمْرُ النَّعَمِ bermakna unta yang berwarna kemerahan dan itu dulu merupakan harta yang paling berharga bagi bangsa Arab.)

MAU UNTA MERAH? :)
read more