7 Okt 2021

Lelah Bertanya Lelah

Hari ini 27 September 2021 adalah kesekian kalinya saya merasakan Lelah yang tidak biasa. Lelah yang berujung pada asa yang terputus. Merasa tidak berdaya dan di ujung usaha. Serasa daya tak lagi bisa diperas karena tak ada lagi sisa. 

Jika dipermisalkan sebagai jalan, saya merasa bahwa berada di jalan buntu. Tembok besar menjulang yang tak ditemukan pintu. Sayangnya saat menoleh untuk berbalik, jalan yang sudah dilalu tak ada lagi tersisa. Hanya gelap yang terindera.

Ingin rasanya teriak meminta tolong, tapi siapa yang akan meminjamkan tangan untuk memecah semua kebuntuan ini? Saya tahu masih ada Tuhan semesta alam yang terus memantau, tapi saya tahu bantuan akan diberikan pada yang layak untuk diberikan. Dia pun berfirman bahwa yang tidak berpangku tanganlah yang akan diulurkan bantuan. Sedangkan saya? Saya merasa sudah menghabiskan seluruh kekuatan untuk hantaman. Alih-alih minta tolong, saya hanya terdengar seperti anjing tenggelam yang melolong.

Saya tak memungkiri ada kekasih hati yang selalu menemani. Tak kenal Lelah menyemangati dengan lantunan kata indah dengan hati penuh terisi. Tapi saya adalah empunya jalan, bagaimana mungkin tega menimpanya dengan tambahan beban. Menyeretnya sebagai teman dalam jalan berliku saja membuat saya merasa merasa malu.

Untuk diri saya yang entah akan dalam kondisi bagaimana anda pada saat membaca tulisan ini lagi, beginilah anda ketika ada ditanggal 27 ini. Saya tak mampu membayangkan apa lagi upaya yang anda lakukan setelah menulis tulisan ini untuk diri sendiri. Saya hanya berharap anda baik-baik saja.

Ah, apa ini yang Namanya penyesalan? Tidak! Saya tidak menyesal karena saya pernah menjalani ini, tapi saya hanya menyesal kenapa banyak kesempatan yang pernah saya sia-siakan. Duh, manusia memang penuh dengan keluh kesah. Harusnya saya berkeluh pada Pencipta saya, namun lagi-lagi saya banyak melewaatkan kesempatan itu.

Saya menjuluki diri dengan gelar Mumtaz. Sebuah doa agar saya benar-benar menjadi seorang yang cerdas, cerdik, tak kehilangan akal saat berhadapan dengan tantangan. Itu doanya, namun kadang saya berfikir apakah saya terlalu tinggi mendoakan diri?

Hal lain yang ada di fikiran saya adalah apakah saya terlalu tinggi menyimpan impian dan cita-cita dan tidak melihat kapasitas diri? Over-expectation, kira-kira itukah kata yang tepat? Apa kapasitas yang saya kira itu adalah kapasitas saya sebenarnya hanya cita-cita yang tidak mungkin dicapai?

Apakah saya sebenarnya sedang berusaha menerjang bidang yang sebenarnya saya bukan di situ tempatnya? Ikan yang sedang keluar dari air dan memaksa bertahan hidup di dalamnya—itukah saya sekarang?

Saya saat ini tidak tahu. Saya hanya bertanya pada tuts keyboard di laptop yang bukan milik saya ini, dan juga pada anda yang saat ini membaca tulisan saya. Entah ada jawaban atau anda pun tidak tahu sama sekali?

Baiklah, lagipula saya (mungkin) tidak perlu jawaban.

read more

31 Jan 2021

Oh~ Pen...

5 Best Tips On Writing Introduction To Your Dissertation | Scholar Ace

Semalam aku harusnya memulai menulis. 

Thesis yang telah ditunggu anak keduaku belum juga rampung. 

Padahal semester yang sudah mengejar untuk dibayar, tak bisa ditawar.

Oh.. Pendidikan~


Namanya sekolah tinggi.

Dulu aku penasaran apanya yang tinggi?

Ternyata bayarannya.

Oh.. Penagihan~


Sejak SMA aku dikabari mahasiswa ilmunya tinggi.

Aku pun percaya. Mereka terlihat mempesona.

Teriak lantang di podium, lanjutkan rezim zhalim katanya sambil bakar ban.

Oh.. Itu pendidikan~?


Isi kepala diakomodir, dibimbing sampai berhasil katanya.

Tapi terlihat jelas mereka bawa alat pemangkas.

Lucunya, mimbar tarung fikir malah jadi sarung fakir.

Oh.. Pendudukan~


Aku harus akhiri kegiatan eh kegilaan ini.

"Kemerdekaan haqiqi yang kamu cari bukan di sini." Dia yang ternyata aku sendiri, membisiki fikir.

Ini hanya satu sungai yang mengantarkan pada samudera semesta. Aku harus bersegera.

Oh.. Pendakian~

read more

1 Nov 2020

Menulis Untuk (si)apa?


Kalian pernah bertanya-tanya gak sih tentang tulisan-tulisan saya di blog ini? Kenapa saya buat tulisan-tulisan di sini? Untuk senjata pemikat kah? Dalam rangka apa saya nulis di blog ini? Dalam rangka memperingati hari kerupuk-kulit internasional kah? Hari encok sedunia kah? Hal yang paling mendasar adalah: kenapa dibuat blog ini? Kenapa dinamai "monologofmonochrome", bukan misalkan pakai nama saya sendiri sepertihalnya yang dibuat oranglain, atau apalah yang bisa diingat.

Saya ingat dahulu ketika pertama kali membuat blog ini saya justru bingung dengan konten apa yang hendak saya tulis. akhirnya saya isi dengan sapaan umum. entah untuk siapa. hehe. Saya memang tidak menyengaja untuk menyapa siapapun secara khusus.

Kita sebagai manusia tentu punya banyak hal di kepala. Karena secara fitri, kita akan merespon fakta yang kita indera. Berupa apapun, baik itu visual, audio atau bentuk lain yang bisa kita indera. Hal ini meniscayakan adanya pemikiran. Pemikiran itu pada akhirnya bisa bermuara pada dua kemungkinan: terutarakan atau tidak.

Manteman coba ingat-ingat kembali. Dari sekian banyak respon terhadap fakta yang kita indera, berapa banyak yang benar-benar kita respon? Kemudian, dari sekian banyak respon, berapa banyak respon yang sudah mewakili maksud kita sebenarnya? Selanjutnya, dari sekian banyak respon yang sudah mewakili maksud kita sebenarnya, berapa banyak "kebijaksanaan" terungkap yang kita bisa ingat di kemudian hari? Lebih sedikit kan?

Nah, untuk itulah blog ini dibuat. Tujuan utama sebenarnya bukan untuk menasihati orang di luar sana, tapi justru saya sendiri di kemudian hari jika saya lupa. Itulah kenapa nama blog ini adalah monolog, karena sejatinya saya sedang melakukan monolog secara tertulis. 

Meskipun begitu, saya bersyukur jika ada yang mengambil manfaat dari monolog ini. Mohon doanya agar saya senantiasa ada dalam kebaikan, baik anda mengenal saya ataupun tidak.

Sekali lagi, blog ini saya tulis sebenarnya untuk saya baca kembali di kemudian hari. Ya, untuk saya sendiri, yang menulis ini. Bukan anda. Kecuali anda adalah saya sendiri.  ๐Ÿ˜ƒ

ditulis pada 1/6/2014 12:30 AM
read more

21 Jan 2019

Waktu

Waktu adalah salah satu elemen penting dalam hidup. Keberadaanya kadang diabaikan begitu saja oleh sebagian orang. Dibiarkan "mengalir" saja katanya, seperti air. Padahal air jika dibiarkan, dia akan mengalir tak tentu arah. Kadang ke tempat yang baik, seperti ke sumur untuk diminum, kadang ke tempat yang kotor seperti comberan.

Waktu adalah salah satu elemen penting dalam hidup. Kadang ada yang menganggapnya sebegitu penting hingga mengumpamakannya sebagai pedang, uang atau pun kehidupan itu sendiri. Sebagai pedang, jika tidak digunakan dengan baik, bisa jadi anda terluka karenanya. Sebagai uang; anda akan merugi jika menyia-nyiakannya. Sebagai kehidupan; anda akan kehilangan kehidupan jika membiarkannya begitu saja.

Waktu adalah salah satu elemen penting dalam hidup. Apakah pernah kita melewatkan setahun, sebulan, sehari, sedetik begitu saja tanpa ada hal yang dihasilkan atau dicapai? 

Anda perlu tahu bahwa setahun adalah waktu berharga bagi para pelajar yang harus menunggu tahun berikutnya untuk ikut tes masuk jenjang kuliah. 

Anda perlu tahu bahwa satu bulan adalah waktu berharga bagi seorang ibu yang hendak melahirkan seorang bayi. 

Anda perlu tahu bahwa sehari adalah waktu berharga bagi seorang pedagang asongan yang hanya makan jika dia berjualan di hari yang sama.

Anda perlu tahu bahwa sedetik adalah waktu berharga bagi seorang sprinter yang memecahkan rekor dunia sebelumnya.

Ya! Waktu yang kita hambur-hamburkan, mungkin adalah rentang masa yang orang lain perlukan untuk mencapai target impian nya.

Sayangnya, yang kita bisa putar mundur hanyalah jarum jam di tangan, bukan waktu. Sekali waktu berlalu, anda akan melewatkanya begitu cepat, bahkan lebih cepat dari degup jantung yang anda sadari.


read more

3 Feb 2018

Syariat Langit yang Berusaha Di(-ke-)bumikan


Manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan dengan sebaik-baik bentuk. Meskipun jika kita lihat ada banyak keterbatasan yang ada dalam dirinya. Salah satu contohnya adalah tentang berfikir. 

Kita manusia hanya dapat menjangkau 3 komponen saja: Alam semesta, Manusia, dan Kehidupan. Selain dari ketiga hal tersebut kita tidak bisa menjangkaunya secara langsung. Adapun hal-hal ghaib kita dapat dengan cara menukil dari nash-nash syara'. Hanya saja hal yang perlu dicatat adalah bahwa keterbatasan yang dimiliki manusia justru menandakan bahwa dirinya adalah manusia; sebagai makhluq Allah.

Dengan keterbatasan yang dimiliki, harusnya manusia memahami bahwa dia tidak mampu menjangkau hakikat atas segala sesuatu, termasuk hakikat kebaikan atas dirinya. Oleh karena itu, manusia harus 'menyerah' pada realitas bahwa dirinya terbatas. Daripada kata 'menyerah', nampaknya "menerima" lebih 'menyejukkan' bagi para keras kepala. hehe

Manusia harus menerima kenyataan bahwa level hakikat kebaikan itu adalah bukan level manusia lagi. Dia adalah level pemilik dan pencipta manusia, yang kadang tidak masuk di nalar manusia. 

Dengan kondisi terbatas seperti ini, ada manusia-manusia yang bukannya berusaha membumikan (baca: menerapkan, mengimplementasikan), Syariat Langit malah berusaha dikebumikan (baca: dikubur, dibuang).

Mereka melakukannya dengan berbagai cara. Mulai dari memainkan logika, berlindung dibalik jubah pongah akademis-ilmiah (ini paling saya benci), hingga 'playing victim' ala sinetron ribuan episode (ini cara paling recehan).

Ayolah.. Akui saja bahwa akal manusia terbatas. Pengakuan atas lemahnya manusia justru akan mengantarkan pada ketenangan hakiki; bahwa manusia memiliki Dzat superior yang dimintai tolong saat tak ada manusia atau apapun yang bisa menolong.

Maka bersamaan dengan tulisan ini saya ingin mengatakan bahwa syariat rajam, potong tangan, qishash, serta poligami adalah syariat yang mengandung kebaikan, sebagaimana kebaikan itu ada di dalam syariat larangan berbohong, perintah shalat, anjuran bersedekah, kewajiban mengeluarkan zakat, dan lain sebagianya. Jadi tidak ada syariat yang "terlalu sadis", "tidak manusiawi", "tidak adil", atau pun "bias gender" dll.

ูˆَุนَุณَู‰ٰ ุฃَู† ุชُุญِุจُّูˆุง ุดَูŠْุฆًุง ูˆَู‡ُูˆَ ุดَุฑٌّ ู„َّูƒُู…ْ ۗ ูˆَุงู„ู„َّู€ู‡ُ ูŠَุนْู„َู…ُ ูˆَุฃَู†ุชُู…ْ ู„َุง ุชَุนْู„َู…ُูˆู†َ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)

Jadi, jangan pernah coba-coba sok tau "mem-bully" syariat langit, karena otak kita tidak tahu sedalam dan seluas apa kebaikan yang Allah siapkan dalam syariat tersebut. 

Lebih dari itu, ketahuilah bahwa Syariat langit itu disampaikan perantara-Nya untuk dibumikan, bukan dikebumikan.

Jadi, siap menerapkan semua* syariat?
Rajam?
Shadaqah?
Shalat?
Menjauhi riba?
Qishash?
Zakat?
Jihad?
Poligami? :-)

*Nb: ada beberapa (baca: banyak) syariat yang mengisyaratkan tidak bisa dijalankan kecuali diterapakan oleh negara.
read more

23 Des 2017

Avoidance


Hey there!
Perkenalkan saya Akira. Saya bukan siapa-siapa. Cuma orang yang suka mengamati manusia dan kadang ditulis. Kadang tema nya menarik (setidaknya menurut saya), kadang gak penting. hehe

Saya mau cerita. Baca ya? Ayo, mau dong.. *maksa* :-D

Saya dilahirkan dengan ibu yang bersikap perfeksionis dan pencemas. Dalam banyak kesempatan, beliau sangat menunjukkan sikap begitu. Tentu kemudian itu membekas di dalam benak dan sikap saya yang di kemudian hari saya sadari bahwa saya juga menjadi cenderung perfeksionis dan pencemas.

Dengan kondisi cenderung perfeksionis ini, bahkan salah satu motto saya adalah "daripada buruk, lebih baik tidak usah sama sekali!". "Buruk" di situ bisa dalam hal hasil, atau juga ketepatan waktu. Sering saya memilih tidak datang sama sekali karena terlambat. Padahal sudah sampai di gerbang tempat agenda.

Lucu? Mungkin... Tapi bagi saya, lumayan menyiksa juga. hehe
Ya, sejujurnya ini menyiksa. Saya akhirnya menghindar dan “berbohong” pada diri saya bahwa semuanya baik-baik saja. Padahal gejolak rasa cemas begitu menggelora di dada.

Banyak kejadian saya menghindar dan “berbohong” pada diri sendiri. Kalau berkenan “mendengar” dan “duduk bersama”, boleh lanjut baca.. J

Kejadian pertama, dulu saat masih SD. Bermain bola adalah favorit saya dan kakak. Kami bermain tak kenal waktu dan tempat. Termasuk di sekolah tentu saja.

Sayangnya sekolah kami tidak begitu luas. Bahkan salah satu dinding pembatasnya adalah rumah warga langsung. Terkadang bola memantul langsung ke dinding mereka. Hingga satu hari saya menendang bola dan.... memecahkan kaca nya. Kami pun berlarian dan sembunyi.

Hanya saja, entah bagaimana akhirnya kami ditemukan (ya iya lah, sembunyi nya cuma di kelas) dan disuruh minta maaf. Saya pun datang (sambil menangis... heu..)

Kejadian kedua, saat kuliah. Saya diberi amanah jadi panitia yang belum pernah saya jabat sebelumnya. Singkat cerita, amanah ini saya diamkan dan tidak kerjakan. Sms dan telpon saya abaikan, dan bahkan kadang hp saya tidak aktifkan. hehe

Sampai yang memberi amanah mengirim pesan pendek kurang lebih begini “kalau dalam waktu 4 jam sms ini tidak direspon, saya cabut amanah ini dari anda.” Kaget bukan kepalang saya dikirimi sms begitu.

Oh ya, zaman itu chat apps semacam WA, LINE dll belum musim. Soalnya waktu itu masih musim YM. Jadul yak? Khukhuy!

Kejadian ketiga, pasca kuliah. Lagi-lagi ada yang mengamanahkan sesuatu. Kali ini diminta untuk dibuatkan desain buku yang terkait dengan agenda. Rencananya hendak dibagikan di hari agenda itu, namun desain yang harusnya selesai sepekan sebelumnya untuk dicetak, hingga hari H-1 belum juga dikirimkan.

Malu nya bukan main saya dibuat kelakuan sendiri.


Kadang muncul untuk “bersolusi” menghilang selamanya. Tapi......... avoidance 2
read more

Avoidance 2



Berkali-kali saya mencoba untuk menghilang sementara. Ya setidaknya sampai badainya mereda. Agar ‘nyawa malu’ bisa terselamatkan.

Tapi akhirnya ada yang membisiki, “hei, letak badai itu bukan di luar sana, dia ada di dada mu!” ya, ternyata kecamuk kacau rasa itu ada di dalam sini! Di luar memang “baik-baik” saja. Hanya perlu hadirnya saya saja. Ternyata.

Di kejadian pertama, berakhir dengan sang empunya rumah berkata “iya gak apa-apa.. gak sengaja kan..?” ah, manusia lanjut usia yang baik hati. Terima kasih telah menenangkan anak SD yang sedang tersedu sedan kala itu.

Kejadian kedua saya selesaikan dengan merespon sebelum jatuh tempo. Sambil menelan pil pahit malu. Ya, konsekuensi menghilang sementara memang. Telan saja! Take the consequences..!

Amanah pun selesai, dan tak ada gunjingan pasca itu. Alhamdulillah, naik kelas pula saya di mata banyak orang senior kala itu.

Sedangkan kejadian ketiga, karena terlewat tenggat waktu. GAGAL TOTAL memang. Namun saya berpikir, ini bukan akhir segalanya. Saya temui perwakilan penanggung jawab agenda. Menjelaskan seluruh kronologis, lalu menutupnya dengan permohonan maaf. Ah, manusia memang mungkin lalai.

Begitulah cara saya akhiri semua fase menghilang itu. Hadapi saja. Hantam. Tak peduli berhamburan malu, dikata tak punya wajah, tak bertanggung jawab. Hei, justru menemui penanggung jawab itu adalah bentuk tanggung jawab!

“Karena tak dikata cacat sebuah wajah rupawan karena ada goresan luka kecil, maka tunjukkan saja seluruh wajah mu itu!”

Halah tulisan macam apa pulak di atas ini?!?!
Saya cuma mau bilang: ayolah datang saja. Temui meski mungkin malu. Menghilang itu tidak sehat untuk kesehatan pikiran.

Nb: this is special for you. Yes, it's for you. 
Don't forget to smile and energic, as always. :)
read more

Kerudung & jilbab, samakah?



Kewajiban kerudung diterangkan dalam Al Quran Surah An-Nur: 31

“…dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…”

Khimar atau kerudung adalah apa yang dapat menutupi kepala, leher dan sebagian dada tanpa menutupi muka (Al Baghdady, 1991) Batas bawah yang ditutup oleh kerudung adalah bagian kerah baju yang memperlihatkaan leher dan dada (Tafsir Al Azhar juz XVIII hal 180). 

Sedangkan kewajiban jilbab diterangkan dalam Al Quran Surat Al Ahzab : 59

"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha penyayang."

Definisi jilbab yang diterangkan dalam kamus al Muhith adalah pakaian yang luas untuk wanita yang dapat menutupi pakaian rumahnya seperti milhafah (mantel). Tafsir Jalalain (jilid 3:1803) memberikan arti jilbab sebagai kain yang dipakai seorang wanita untuk menutupi tubuhnya. Jauhari dalam Ash Shihah mengatakan jilbab adalah kain penutup tubuh wanita dari atas sampai bawah. Khaththath Usman Thaha dalam Tafsir wa Bayan menjelaskan jilbab adalah apa-apa yang dapat menutupi seperti seprai atas tubuh wanita hingga mendekati tanah. Fiqh Sunnah oleh Sayyid Sabiq Jilid 7 (Edisi Indonesia) menerangkan jilbab adalah baju mantel. Dalam Kitab Mujam al Wasith hal 128 jilbab diartikan sebagai pakaian yang menutupi seluruh tubuh atau pakaian luar yang dikenakan diatas pakaian rumah seperti mantel. 

Jadi Kerudung & jilbab itu berbeda, tapi kewajiban memakainya adalah sama-sama wajib digunakan. :)
read more