13 Jul 2014

A Letter For My Son(s)

Anak ku, jika nanti abah pergi dipanggil lebih dahulu daripada kalian, jangan sampai terlintas sekalipun dalam pikiran kalian, rasa khawatir berkehidupan yang sempit.

Ingatlah selalu oleh kalian bahwa yang melapangkan dan menyempitkan penghidupan bukanlah abah. ALlah-lah yang berhak dan memiliki kekuatan untuk memberi atau menahan rizqi, ALlah-lah yang meninggikan dan merendahkan derajat seseorang, ALlah lah yang memberi & mencabut rasa aman dalam dada, ALlah lah yang memiliki hak untuk memancangkan dan melemahkan keteguhan keyakinan, ALlah lah yang memiliki kekuatan untuk mematikan dan menghidupkan makhluk. Iya, cuma ALlah yang punya semua itu, bukan makhluk, termasuk abah.

Karenanya wahai cucu Khalid bin Walid, jangan takut celaan orang yang suka mencela, jangan mundur karena ancaman yang orang berikan, jangan menjadi peragu seandainya seisi semesta mengatakan tidak sedangkan ALlah mengatakan HARUS & PASTI BISA.

Kau tahu tentang sosok Khadijah ra.? Jika engkau dari kalangannya, semampu mu, berusahalah menjadi seperti dirinya: menjadi manusia yang percaya meski banyak orang mendustakan.

Anakku, ikat-eratlah dalam ingatan tentang sabda Rasul saw yang mulia bahwa kelak di penghujung zaman akan ada segolongan manusia yang diasingkan dari kebanyakan orang. Terjauhkan dari keumuman, disingkirkan dari kebanyakan orang. Kau tahu mereka dipanggil apa? Mereka disebut sebagai "al ghurabaa", orang yang terasing.

Mereka memegang islam sepertihalnya memegang bara api. Kamu pasti tau bagaimana rasanya api, nak. Panas dan membuat kulit melepuh. Namun mereka tetap pegang bara islam itu. Kenapa? Karena itu adalah sebuah kemestian, nak. Iya, kemestian sebagai makhlukNya. Supaya kita tidak dicap sebagai bajingan pembangkang Rabb pencipta alam semesta.

Nak, wahai pengagum sosok mush’ab bin umair. Engkau boleh saja tumbuh menjadi anak ‘bengal’, tapi dengarkan abah, bahwa kita ini adalah manusia yang dipuji oleh ALlah di kalam-Nya sebagai “ummat terbaik” di antara kalangan manusia lain di dunia. Hanya saja ada syarat yang mau tidak mau kita harus ambil, yaitu menjadi orang yang melakukan ‘amr ma’ruf nahyi munkar. Karenanya ambillah jalan kemulian itu, dan jadikanlah dirimu sosok manusia yang dikenang karena kebaikannya seperti mush’ab bin umair.

Duhai anakku, pewaris ketegasan Ummar bin Al-khaththab. Abah belum tahu tatanan hidup masyarakat seperti apa yang akan engkau hadapi. Sudahkah hadir seorang Khalifah di tengah-tengah ummat saat kau membaca tulisan ini? Ah, sudah atau pun belum abah ingin kau bertumbuh menjadi sosok tegas sepertihalnya ummar. Tidak melakukan kompromi dengan kebathilan apapun taruhannya. Tegakkanlah kepalamu saat engkau berada di sisi kebenaran. Namun tertunduk dan menangislah jika engkau melakukan kesalahan dan bertaubatlah.

Terakhir, wahai darah-daging ku, jadilah engkau penolong Diin yang tinggi ini. Berkawanlah dengan orang-orang shalih. Kelak, jadikanlah Hizqi Hajjaaj ‘Alwaan salah seorang di antara sahabat dekatmu, yang kalian saling menjaga dalam kebaikan. Berdua dengannya, jadilah sepertihalnya Sa’ad bin Mu’adz dan Usaid bin Hudair dari kalangan kaum Anshar: orang-orang yang bertaruh kepala demi kemenangan dakwah Islam.

Dari (orang yang akan menjadi) abah mu,
@dhanialmumtaz
*selesai ditulis pada 6 ramadhan 1435 H/ 04 Juli 2014
read more