5 Jun 2012

Menyesalkah Kau Melahirkanku, bu?


Ibu, semenjak dahulu aku tahu dan pahami bahwa kau adalah manusia pertama yang aku kenal. Bahkan kau yang membuatku mengenali arti mengenal.

Kau mengajari bukan dengan peluh, bukan dengan kesah, bukan dengan sedikit resah, tapi dengan darah. Dengan darahmu, bu!

Kau ku bentak, menangis kau dibuatku.

Ku berontak, teriak kau dibuatku.

Diperban uban, ditelikung umur. Kau menua, Ibu!

Duhai penghulu bidadari yang didamba ayah. Beribu harap kau gelindingkan di hadap anakmu. Berharap dia mau dan mampu mengejar dengan derap kencang. Tapi tahukah engkau, ibu? Saat memulai melangkah, dia bahkan tidak tahu apakah sanggup mengejar semuanya. Iya, dia itu aku, bu.

Pasangan hidup yang kau inginkan aku bersanding dengannya, pengakuan halayak atas prestasi gemilang, kemapanan hidup yang menjulang. Aku tidak tahu apakah aku sanggup menggenggamnya. Meskipun sungguh, aku berlari menujunya, bu! Sungguh!

Bu, aku hanya ingin memastikan bahwa aku akan membuatmu tidak menyesal memberikanku kehidupan. Karena sungguh, aku akan menjadi saksi di hadapan Raja Semesta bahwa engkaulah yang membuatku mengenalNya.

Aku akan siap menjadi saksi saat tak ada hujjah kecuali apa yang telah diperbuat saat di dunia. aku akan bersaksi bahwa engkaulah yang menjadi kunci rahasia semesta ilmu. Engkaulah yang menjembataniku mengenali tugas para Nabi dan para pewaris risalahnya. Engkaulah yang menuntunku berada di barisan terdepan para martir! Itu engkau, ibu!

Dan aku akan membuatmu tidak menyesal melahirkanku ke dunia. Aku janji, ibuku sayang.
read more