17 Des 2012

Duka Nestapa Tahunan

Di tulisan ini saya mau wakwekwok tentang apa coba? Saya sebenernya agak berfikir berulang kali tentang apakah bakalan nulis tentang ini atau enggak, tapi saya pikir yang akan saya bahas ini adalah pembahasan ashoy yang bakalan nyentil banyak orang. Termasuk kamu, iya KAMU!

Meskipun tulisan ini agak berbau curcol, tapi sungguh tujuannya bukan curcol, mamen! Sekedar menularkan kegundahan yang ada di antara dua telinga saat dia berbenturan dengan fakta.
"aku sayang sama kamu, aku niat menikahimu sehabis kuliah" | apa artinya?| duka nestapa tahunan.
Yap. Kegundahan saya untuk menulis tema ini dimulai ketika saya browsing dan buka tulisan-tulisan yang di-share via socmed.

Di google plus saya baca tulisan yang saya kutip di atas itu. Yang mana? Itu yang di kasih cetak tebal lho! Aha! Mungkin kalian sudah mulai mengerti pembahasan kita akan mengarah ke mana. Kemana? Tentu saja ke arah pembahasan tentang (pra) pernikahan.

Kutipan di atas itu sebenarnya kutipan dari tweet-nya Ust. Felix Siauw. Baydewey, sebenarnya kutipan di atas udah gak original. Ini kutipan original nya: "aku sayang sama kamu, aku niat menikahimu sehabis kuliah" | perkataan ini dilisankan anak SMA? apa artinya? | "duka nestapa tahunan"

Lho? Lantas kenapa dihapus itu kata-kata "dilisankan anak SMA"-nya? Karena menurut saya sindiran atas kondisinya masih relevan juga jika saya hapus kata-kata itu. Maksudlohh?Maksudlohh?Maksudlohh?

Haduh, begini saja mamen, daripada saya nambah bingung dan makin ngelantur, mari langsung sajah tu de poin.

Dalam Buku Risalah Khitbah karya Ustadz Yahya Abdurrahman disebutkan bahwa saat seorang sudah mengkhitbah, maka hendaknya jangka waktu antara mengkhitbah dengan menikah janganlah terlalu lama. Beliau mengatakan bahwa meskipun tidak ada jangka waktu yang ditentukan oleh Syara', namun menurutnya rentang waktu satu tahun itu sudah terlalu lama untuk waktu mengkhitbah. Kenapa? karena dikhawatirkan terjadi aktivitas yang tidak dibenarkan oleh syara' dan malah mengarah pada justifikasi "pacaran Islami".

Beliau juga menambahkan bahwa laki-laki yang dibenarkan untuk mengkhitbah adalah laki-laki yang sudah ber'azzam untuk menikah. Maksudnya adalah seandainya pihak wanita menginginkan pernikahan diselenggarakan satu-dua minggu setelah proses mengkhitbah, maka pihak laki-laki akan langsung mengatakan "SIAP" tanpa A-I-U lagi.

Seseorang belum dikatakan benar-benar ber'azzam jika satu waktu "ditodong", kemudian masih memikirkan lagi. Beliau membedakan antara "sudah ber'azzam" dengan baru "ingin" saja. Orang yang ber'azzam sudah pasti memiliki keinginan, tapi orang yang ingin belum tentu ber'azzam.

Jadi inti curcol kali ini apa? 
JANGAN MENGKHITBAH JIKA HANYA BARU INGIN MENIKAH dan BELUM BER'AZZAM!!

"TAKKAN LARI GUNUNG DIKEJAR"

read more