17 Des 2012

Duka Nestapa Tahunan

Di tulisan ini saya mau wakwekwok tentang apa coba? Saya sebenernya agak berfikir berulang kali tentang apakah bakalan nulis tentang ini atau enggak, tapi saya pikir yang akan saya bahas ini adalah pembahasan ashoy yang bakalan nyentil banyak orang. Termasuk kamu, iya KAMU!

Meskipun tulisan ini agak berbau curcol, tapi sungguh tujuannya bukan curcol, mamen! Sekedar menularkan kegundahan yang ada di antara dua telinga saat dia berbenturan dengan fakta.
"aku sayang sama kamu, aku niat menikahimu sehabis kuliah" | apa artinya?| duka nestapa tahunan.
Yap. Kegundahan saya untuk menulis tema ini dimulai ketika saya browsing dan buka tulisan-tulisan yang di-share via socmed.

Di google plus saya baca tulisan yang saya kutip di atas itu. Yang mana? Itu yang di kasih cetak tebal lho! Aha! Mungkin kalian sudah mulai mengerti pembahasan kita akan mengarah ke mana. Kemana? Tentu saja ke arah pembahasan tentang (pra) pernikahan.

Kutipan di atas itu sebenarnya kutipan dari tweet-nya Ust. Felix Siauw. Baydewey, sebenarnya kutipan di atas udah gak original. Ini kutipan original nya: "aku sayang sama kamu, aku niat menikahimu sehabis kuliah" | perkataan ini dilisankan anak SMA? apa artinya? | "duka nestapa tahunan"

Lho? Lantas kenapa dihapus itu kata-kata "dilisankan anak SMA"-nya? Karena menurut saya sindiran atas kondisinya masih relevan juga jika saya hapus kata-kata itu. Maksudlohh?Maksudlohh?Maksudlohh?

Haduh, begini saja mamen, daripada saya nambah bingung dan makin ngelantur, mari langsung sajah tu de poin.

Dalam Buku Risalah Khitbah karya Ustadz Yahya Abdurrahman disebutkan bahwa saat seorang sudah mengkhitbah, maka hendaknya jangka waktu antara mengkhitbah dengan menikah janganlah terlalu lama. Beliau mengatakan bahwa meskipun tidak ada jangka waktu yang ditentukan oleh Syara', namun menurutnya rentang waktu satu tahun itu sudah terlalu lama untuk waktu mengkhitbah. Kenapa? karena dikhawatirkan terjadi aktivitas yang tidak dibenarkan oleh syara' dan malah mengarah pada justifikasi "pacaran Islami".

Beliau juga menambahkan bahwa laki-laki yang dibenarkan untuk mengkhitbah adalah laki-laki yang sudah ber'azzam untuk menikah. Maksudnya adalah seandainya pihak wanita menginginkan pernikahan diselenggarakan satu-dua minggu setelah proses mengkhitbah, maka pihak laki-laki akan langsung mengatakan "SIAP" tanpa A-I-U lagi.

Seseorang belum dikatakan benar-benar ber'azzam jika satu waktu "ditodong", kemudian masih memikirkan lagi. Beliau membedakan antara "sudah ber'azzam" dengan baru "ingin" saja. Orang yang ber'azzam sudah pasti memiliki keinginan, tapi orang yang ingin belum tentu ber'azzam.

Jadi inti curcol kali ini apa? 
JANGAN MENGKHITBAH JIKA HANYA BARU INGIN MENIKAH dan BELUM BER'AZZAM!!

"TAKKAN LARI GUNUNG DIKEJAR"

read more

11 Nov 2012

Wahai Engkau yang Entah dengan Siapa Aku Berbicara

Senggang waktu kah kau saat ini? Maukah engkau aku ajak berbicara? Agak sedikit berandai-andai nampaknya. Ah, meskipun enggan, aku ingin memaksamu duduk. Mendengar dengan hati dan pikiran terbuka.

Bukan! Bukan berandai mengawang yang tidak jelas, tapi meneguhkan kesiapan mu dengan masa depan "kita". Emm.. Meskipun belum ada "kita" sekarang.

Yang ingin aku bicarakan pertama adalah tentang ikatan. Suka kah engkau jika aku katakan bahwa aku akan menyayangimu sekedarnya? Tidak dalam keadaan sangat, apalagi takut kehilangan mu. Aku tidak akan takut jika suatu saat ada yang mengambilmu. Tak perlu menangis sedu-sedan seolah tanpa akhir, tak perlu merasa kehilangan berlarut seandainya hari itu tiba, cepat ataupun lambat. Karena malaikat maut tidak bisa aku cegah, wahai penyempurna separuh agama. Sungguh, aku pun ingin engkau mengatakan hal yang sama.

Kemudian, hal lain yang ingin ku katakan adalah bahwa jalan yang akan ada di depanku memang bukan jalan landai yang diliputi kesenangan hidup. Kesenangan dan kelapangan hidup tak mampu aku janjikan, wahai calon Ummu Zhaafirah! Apa yang akan kau lakukan seandainya di satu pagi kau mendapatiku dijemput dengan tangan diikat dan mata ditutup? Menangis keras kah? Atau engkau akan se-keras-kepala pendamping Naveed Butt?
Lalu tentang penerus kita. Kelak, jika kita dipercayai memiliki penerus nama dan degup jantung kehidupan, rela kah engkau seandainya aku katakan bahwa aku tak segan melepas mereka bersanding dengan penghulu para martir? Aku ingin mereka bertemu dengan Hamzah atau pun Sumayyah. Aku bahkan membayangkan engkau lah yang menyiapkan perlengkapan mereka sebelum meninggalkan rumahnya yang sederhana. Ditemani kecup hangat dari Bundanya yang shalihah.

Aduhai! Tahukah engkau betapa kecamuk pikiran semacam itu senantiasa melompat-lompat di neuron-ku?

Yang membuatku lebih gila lagi adalah kegelisahan pikiran: apakah aku mampu membuatmu menjadi sosok "sempurna"? Kenapa? Karena di belakang lelaki tangguh hampir selalu ada wanita hebat yang menyertainya, namun sepertihalnya lelaki, hebatnya wanita tidak ada sejak kelahirannya. Ayah-Ibu menjadi syarat pembentuk lingkungan awal, kemudian pendamping-lah yang meneruskan mengawal dan menjadikannya jauh lebih hebat lagi.

Teruntuk engkau, calon penghulu bidadari dambaan--yang entah dengan siapa aku berbicara.


_________________________________________________________________
DariUmm Salamah, isteri Nabi SAW, beliau menuturkan :
Aku bertanya, "Yaa Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari bermata jeli?

Baginda menjawab, "Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari seperti kelebihan apa yang nampak dari apa yang tidak terlihat."

Aku bertanya, "Mengapa wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari?"

Baginda menjawab, "Karena solat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas."

Mereka berkata : "Kami hidup abadi dan tidak mati. Kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali. Kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali. Kami reda dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya."
(Hadis Riwayat ath-Tabrani)
read more

2 Agu 2012

Tanya Jawab seputar khilafah

 1. Apa yang disebut Khilafah..?

Jawab: Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslim untuk menerapkan syariat Islam di dalam negeri dan mendakwahkannya ke luar negeri.

2. Apa yang menjadi substansi dari gagasan Khilafah tersebut?

Jawab: Pertama, kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariat Islam dalam seluruh sendi kehidupan, baik kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang menyangkut aspek ibadah, makanan, minuman, pakaian, akhlak maupun muammalat serta ‘uqubah. Kedua adalah bersatunya kembali umat Islam yang kini bercerai berai dalam lebih dari 50 negara, di bawah naungan Khilafah Islamiyah dengan seorang Khalifah sebagai pemimpinnya.

3. Apakah Khilafah ada dalam al-Quran?

Jawab: Tentu. Khilafah berasal dari kata al-Khalfu (khalafa – yakhlufu) yang berarti belakang. Lalu berkembang menjadi: Khalfun, khalifah, khilafah, khalaif, khulafa, dan ikhtilaf. Di dalamnya terkandung makna pengganti, generasi, pemimpin dan pewaris bumi. Ada 127 ayat yang mengandung kata dan turunan Khilafah. Misal, al-Baqarah 11 kali, Ali Imran 7 kali, an-Nisa 3 kali, dan lain-lain

Kha–la–fa juga berarti kepemimpinan. Misalnya, terdapat dalam makna:

    * Generasi pengganti (al-A’raf: 169, Maryam: 59)
    * Suksesi generasi dan kepemimpinan (al-An’am: 165, Yunus: 14 dan 73, Fathir: 39)
    * Proses dan janji pemberian mandat kekuasaan dari Allah (an-Nuur: 55)
    * Pemegang mandat kekuasaan dan kewenangan dari Allah (al-Baqarah: 30, Shad: 26)

Jadi, kata Khalifah/Khilafah dalam arti kepemimpinan jelas ada dalam al-Quran.

4. Bagaimana makna Khilafah menurut as-Sunnah?

Jawab: Ada hadist-hadist yang secara keseluruhan diriwayatkan oleh 25 shahabat, 39 tabi’in dan 62 tabi’it tabi’in. Dalam hadist disebutkan khilafah atau imamah, pemimpinnya disebut khalifah, imam, atau amirul mukminin. Semuanya mengandung arti yang sama; yakni kepemimpinan umum bagi kaum Muslimin untuk menerapkan Islam di dalam negeri dan mendakwahkannya ke luar negeri.

5. Pendapat ulama tentang Khilafah?

Jawab: Seluruh ulama sepakat tentang wajibnya Khilafah, termasuk kalangan ulama dari kalangan ahlu sunnah wal jama’ah. Misalnya:

    * Imam al-Juwaini, “Imamah (khilafah) adalah kepemimpinan menyeluruh serta kepemimpinan yang berhubungan dengan urusan khusus dan umum dalam kaitannya dengan kemaslahatan-kemaslahatan agama dan dunia” (al-Juwaini, Ghiyats al-Umam hal: 5)
    * “Khilafah membawa semua urusan kepada apa yang dikehendaki oleh pandangan dan pendapat syar’I tentang berbagai kemaslahatan akhirat dan dunia yang rojih bagi kaum Muslim. Sebab, seluruh keadaan dunia, penilaiannya harus merujuk kepada asy-Syari’ (Allah SWT) agar dapat dipandang sebagai kemaslahatan akhirat. Jadi Khilafah, pada hakikatnya adalah Khilafah dari Shahib asy-Syari’, yang digunakan untuk memelihara agama dan mengatur urusan dunia” (Ibn Khaldun, Muqaddimah hlm: 190)
    * “Jumhur ulama telah bersepakat bahwa wajib ada seorang imam (khalifah) yang menegakan sholat jumat, mengatur para jamaah, melaksanakan hudud, mengumpulkan harta dari orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin, menjaga perbatasan, menyelesaikan perselisihan di antara manusia dengan hakim-hakim yang diangkatnya, menyatukan kalimat (pendapat) umat. menerapkan hukum-hukum syariah, mempersatukan golongan-golongan yang bercerai-berai, menyelesaikan berbagai problem, dan mewujudkan masyarakat yang utama” (Abu Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah hal: 88)
    * “Khilafah merupakan kedudukan agama terpenting dan selalu diperhatikan oleh kaum Muslimin. Syariah Islam telah menetapkan bahwa mendirikan Khilafah adalah satu kewajiban mendasar di antara kewajiban-kewajiban agama. Bahkan dia adalah kewajiban terbesar (al-Fardh al-A’zham). Sebab, padanyalah bertumpu/bergantung pelaksanaan seluruh kewajiban lainnya” (ar-Rais, al-Islam wa al-Khilafah hal: 99)
    * “Para ulama telah sepakat bahwa imamah (Khilafah) adalah fardlu dan adanya imam merupakan keniscayaan; kecuali sekte an-Najadat (al-Khawarij) – pendapat mereka sesungguhnya telah menyalahi ijma’ “(Imam al-Hafizh Muhamad Ali bin Hazm al-Andalusi azh-Zhahiri, Maratib al-Ijma’ hal: 1/124). Pernyataan Ibn Hazm di atas juga dikuatkan oleh Imam asy-Syaukani, Nayl al-Awthar Syarh Muntaqa al-Akhbar, XIII/290
    * “Mewujudkan Imamah (Khilafah) adalah fardlu kifayah, sebagaimana peradilan” (Imam al-Hafidz abu Yahya Zakaria al-Anshori, Fath al-Wahab bi Syarhi Minhaj ath-Thullab, II/268)
    * Pendapat senada juga terdapat dalam beberapa kitab lain, di antaranya: Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfadz al-Minhaj (XVI/287); Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj (XXXIV/159); Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj (XXV/419); Hasyiyah Qalyubi wa ‘Umayrah (XV/102)


6. Tapi, bukankah Khilafah itu hanya 30 tahun saja, selebihnya kerajaan?

Jawab: Memang ada hadist yang seakan-akan menunjukan hal itu. Misalnya hadist:
“Setelah aku, khilafah yang ada pada umatku hanya berumur 30 tahun, setelah itu adalah kerajaan” (HR. Imam ahmad, Tirmidzy dan Abu Ya’la dengan isnad hasan)
Namun sebenarnya yang 30 tahun itu bukan khalifah secara keseluruhan melainkan Khilafah ‘Ala Minhaj an-Nubuwwah. Hal ini jelas bila dihubungkan dengan hadist:

“Sesungguhnya awal dari agama ini adalah nubuwwah dan rahmat, setelah itu akan tiba masa Khilafah dan rahmat, setelah itu akan datang masa raja-raja dan para diktator. Keduanya akan membuat kerusakan di tengah-tengah umat. Mereka telah menghalalkan sutra, khamer dan kefasidan. Mereka selalu mendapatkan pertolongan dalam mengerjakan hal-hal tersebut; mereka juga mendapatkan rizki selama-lamanya, sampai menghadap kepada Allah SWT” (HR. Abu Ya’la dan al-Bazar dengan isnad hasan)

Al-Hafidz Ibn Hajar dalam fath al-Bariy berkata, “Yang dimaksud Khilafah pada hadist ini adalah Khilafah an-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip nubuwwah), sedangkan Mu’awiyyah dan khalifah-khalifah setelahnya menjalankan pemerintahan layaknya raja-raja. akan tetapi tetap mereka tetap dinamakan sebagai khalifah”. Pengertian semacam ini diperkuat oleh sebuah riwayat yang dituturkan oleh Imam Abu Dawud,
“Khilafah nubuwwah itu berumur 30 tahun”. (HR. abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud No.4646, 4647)

Jadi, awalnya negara nubuwwah dan rahmah pimpinan Rasulullah Saw., dilanjutkan selama 30 tahun oleh Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Itulah Khilafah ‘Ala Minhaj an-Nubuwwah. Berikutnya, para penguasa yang kadang mengalami penyimpangan tapi tetap menjalankan syariat Islam dan diangkat memalui bai’at. Mereka tetap Khalifah. Dan kelak akan ada lagi Khilafah ‘Ala Minhaj an-Nubuwwah.

7. Mungkinkah menerapkan syariat Islam tanpa Khilafah?

Jawab: Kalau bersifat individual atau kelompok mungkin saja. Misalnya, shalat, shaum, dan lain-lain bisa dilakukan tanpa perlu menunggu adanya Khilafah. Tapi, bersatunya kaum mukmin, pembelaan terhadap umat Islam yang dibantai, mengambil lagi harta kekayaan yang dirampas negara penjajah, menyediakan kebutuhan pokok, menjamin kesehatan dan pendidikan warga, dan lain-lain, mutlak memerlukan Khilafah. Sebab, kalau bukan Khilafah yang menjadi benteng (seperti kata Nabi), lalu apa? Jadi, penerapan Islam kaffah mengharuskan adanya Khilafah.

8. Apa kerugian bila tidak ada Khilafah?

Jawab: Banyak sekali, di antaranya umat Islam kehilangan:

    * Keridloan Allah SWT. Keridloan Allah SWT dapat dicapai dengan mengikuti seluruh hukum dan aturan-NYA dengan penuh ketaatan sebagaimana dipraktekan oleh Nabi kita Muhammad Saw. Dengan kata lain menegakan Khilafah Islam yang merujuk pada syariat baik urusan di dalam negeri maupun luar negeri pada setiap aspek kehidupan.
    * Hilangnya Imam atau Khalifah atau Amirul Mukminin, di mana dibai’at kepadanya merupakan suatu yang amat vital bagi setiap Muslim. Rasulullah Saw bersabda:

      “Barangsiapa yang mati sedangkan dipundaknya tidak ada bai’at, maka matinya dalam keadaan mati jahiliyyah”

      Saya ingin anda membayangkan bagaimana berdosanya kaum Muslim sejak runtuhnya Khilafah Utsmani tahun 1924 M/1342 H yang merupakan Khilafah terakhir. Akhirnya secara spontan banyak yang hilang ketika kaum Muslim kehilangan legitimasi kepemimpinan ini dan kehilangan lainnya menyusul seperti bola salju.
    * Hilangnya rasa aman dan jaminan keamanan yang menyebabkan ketakutan.
    * Hilangnya ilmu pengetahuan, pendidikan dan kepedulian yang lahir dari kepribadian Islam. Hal ini disebebkan oleh dominannya kebodohan dan buta huruf yang diakibatkan oleh kemiskinan dan kepribadian yang goyah.
    * Hilangnya kekuatan dan jihad yang disebebkan kelemahan dan kekalahan.
    * Hilangnya kekayaan yang disebabkan kemiskinan.
    * Hilangnya pencerahan dan pedoman yang benar dan disebabkan kegelapan dan pedoman yang salah.
    * Hilangnya kehormatan dan martabat yang disebabkan penghinaan.
    * Hilangnya kedaulatan dan ketergantungan dalam membuat keputusan politik akibat ketundukan kepada negara-negara penjajah kafir barat dan timur.
    * Hilangnya keadilan yang disebabkan penindasan dan ketidakadilan.
    * Hilangnya keimanan dan keikhlasan yang disebabkan pengkhianatan penempatan orang yang salah pada tempat yang salah.
    * Hilangnya sikap dan moral yang teruji yang menyebabkan kejahatan dan sikap yang tercela.
    * Hilangnya negeri-negeri Islam dan tempat tinggal, tidak hanya Palestina, tetapi juga Andalusia (sekarang yang disebut Spanyol dan Portugal), wilayah yang luas di Asia Tengah dan Timur Jauh, Kosovo, Bosnia, Kashmir, dan yang lainnya, yang menyebabkan jutaan imigran, gelombang pengungsian dan pendeportasian.
    * Hilangnya tempat suci dan akibatnya adalah kaum Muslim dilarang shalat di Masjid al-Aqsha selama 50 tahun sampai saat ini. Kami juga menyesalkan untuk mengatakannya kepada anda bahwa dua masjid lainnya pun ; yaitu Masjid al-Haram dan Masjid al-Nabawi tidak di dalam kondisi yang diinginkan.
    * Hilangnya kesatuan dan integritas yang diakibatkan terpecahnya negeri kaum Muslim menjadi 56 bagian yang tidak sah, dan AS tengah bekerja keras menciptakan bagian ke 57 di Palestina, ke 58 di gurun Afrika Barat dan ke 59 di Timor Timur.

9. Benarkah Khilafah itu otoriter?

Jawab: Tidak Benar. Sebab, rakyat baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama wajib melakukan koreksi (muhasabah). Kalau menyimpang dari Islam, Khalifah diluruskan. Bahkan, bila melakukan kekufuran yang nyata dapat diperangi.

10. Bagaimana kebijakan Khilafah tentang penyelesaian kemiskinan?

Jawab: Khilafah menjamin kebutuhan pokok. Tolak ukur kesejahteraan rakyat sangatlah sederhana, misalnya, berapa banyak orang yang tidak punya rumah, pengemis, pengangguran, sakit dan tak mampu berobat, dan lain-lain. Jadi, sandang, pangan dan papan dijamin. Tidak boleh ada yang kelaparan sehingga rakyat makan aking dan gaplek. Pendidikan dan kesehatan pun gratis.

11. Bagaimana Khilafah memperlakukan warga negaranya yang non muslim?

Jawab: Dalam kehidupan pribadi, implementasi syariat Islam terhadap warga dilakukan secara berbeda mengikuti agama yang dianut. Bagi seorang Muslim tentu ia harus mengikuti syariat. Ia wajib melaksanakan ibadah, menjaga makanan minuman halal, selalu menutup aurat dan berakhlak mulia. Sementara, bagi non muslim dia tidak wajib mengikuti syariat Islam, tapi mengikuti ajaran agamanya masing-masing. Menyangkut masalah pakaian, makanan atau minuman dan ibadah, pendek kata semua yang berkenaan dengan keyakinan agama, mereka tidak wajib mengikuti syariat Islam karena dalam Islam memang tidak boleh ada paksaan.

Dalam kehidupan publik, baik menyangkut aspek ekonomi, politik, sosial, pendidikan, dan sebagainya –warga muslim maupun non muslim—semuanya wajib mengikuti syariat Islam. Larangan bermuamalah secara ribawi atau larangan berzina, menjual makanan minuman haram, mencuri, melakukan tindak kriminal, dan sebagainya, semua itu berlaku untuk muslim maupun non muslim. Termasuk misalnya bila dalam kehidupan Islam itu berhasil diwujudkan pendidikan bebas biaya, layanan kesehatan murah dan bermutu atau kegiatan bisnis yang kondusif serta kehidupan yang aman, damai dan sejahtera, serta infrastruktur transportasi, telekomunikasi, penerangan dan tata kota yang canggih, semua itu juga akan dinikmati oleh muslim maupun non muslim tanpa kecuali. Di sinilah rahmat Islam bagi sekalian alam yang dijanjikan itu akan terwujud.

12. Sejarah menunjukan bahwa ke-Khilafahan penuh dengan sejarah buruk?

Jawab: Perlu disadari, catatan sejarah buruk bukan hanya monopoli sejarah kaum Muslim di bawah Khilafah Islamiyyah. Penggalan sejarah buruk merupakan keniscayaan dalam sejarah manusia. Semua itu ada dan terjadi di semua sejarah bangsa dan umat manusia. Dalam sejarah nasionalisme dan nation-state sangat banyak sejarah buruk yang bahkan lebih buruk dari apa yang terjadi dlm sejarah kaum Muslim. Demikian pula dalam sejarah Sosialisme-Komunisme; apalagi Kapitalisme. Meski di sisi lain tercapai kemajuan sains dan teknologi, keburukan malah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan kedua idiologi itu & terjadi secara terus-menerus. Jika terhadap sistem Khilafah Islamiyyah, catatan buruk dlm sejarahnya dijadikan dalih untuk menjelekkan dan menghina serta menolak sistem Khilafah, mengapa hal yang sama tidak dilakukan terhadap demokrasi kapitalisme, dan sebagainya; padahal di dalam sejarahnya banyak terdapat catatan yang jauh lebih buruk? Kemiskinan dan kelaparan di Dunia Ketiga, kesenjangan ekonomi antara negar-negara maju dengan negara dunia ketiga, konflik & perang antara bangsa yang terus menerus, dan terutama penjajahan negara-negara kapitalis besar seperti AS dan sekutunya atas negara lain, khususnya negeri-negeri Islam justru terjadi & tidak pernah berhenti hingga detik ini ketika idiologi kapitalisme dan demokrasi mendominasi dunia.

Jika semata karena adanya catatan buruk dlm sejarah lantas sistemnya ditolak, bahkan dihina, maka seluruh sistem yang ada dan pernah dikenal harus ditolak pula. Jelas, hal demikian tidak bisa diterima oleh akal sehat. Karenanya, menjadikan catatan buruk sejarah Khilafah untuk menolak sistem Khilafah jelas tidak pada tempatnya dan hanya dalih yang dicari-cari.

Sejarah Khilafah adalah catatan ttg penerapan dari konsepsi sistem Khilafah. Konsepsi ttg Khilafah sendiri merup pemikiran dan hukum ttg sistem Khilafah yang digali dari dalil2 syariah. Jadi, sangat jelas bahwa sejarah bukanlah konsepsi sistem Khilafah itu sendiri. Sejarah itu hanyalah obyek pemikiran, yaitu obyek yang hendak dinilai berdasarkan sumber pemikiran atau dalilnya. Dengan menganalisis sejarah khilafah dan membandingkannya dengan konsepsi Khilafah, mk akan bisa disimpulkan bahwa sejarah itu merup pelaksanaan atau sebaliknya; penyimpangan dari konsep Khilafah. Pelaksanaannya pun masih bisa dinilai apakah sebagai pelaksanaan yang baik dan ideal dari konsepsinya; atau sebaliknya. Sejarah buruk itu merup penyimpangan atau pelaksaan buruk dari sistem Khilafah Islamiyyah. Itu hanya sebagian dari sejarah Khilafah. Karena itu, menolak sistem Khilafah dengan alasan penggalan sejarah buruk yang pernah terjadi berarti telah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya; yaitu menempatkan obyek menjadi sumber pemikiran atau dalil. Jelas ini sikap seorang pengecut atau sikap yang tidak fair.
Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal" (TQS Yunus [12]: 111)

Ayat ini memerintahkan agar kita mengambil pelajaran dari perjalanan umat-umat terdahulu. Mengambil pelajaran dari perjalanan kaum Muslim tentu lebih utama. Karena itu, membincangkan atau memperdebatkan sejarah buruk itu semata merup sikap yang tidak produktif. Sikap yang seharusnya sesuai dengan ayat di atas adl mengambil pelajaran darinya. Hal itu bisa dilakukan dengan mendalami dan menganalisis peristiwanya, kemudian menilainya dan mendudukkan perkaranya sesuai dengan ketentuan syariah, selanjutnya mencegah agar kesalahan serupa tidak terulang lagi ketika Khilafah Islamiyyah berdiri kembali.

Juga, banyak di sisi lain khilafah yang justru gemilang.

Paul Kennedy dalam The Rise and Fall of The Great Powers: Economic Change an Military Conflict from 1500 to 2000, menulis tentang kekhilafahan utsmani dengan: “Imperium Utsmani, lebih dari sekedar mesin militer. Dia telah menjadi penakluk elite yang mampu membentuk kesatuan iman, budaya dan bahasa pada sebuah area lebih luas dari yang dimiliki imperium Romawi dan untuk jumlah penduduk yang lebih besar” (Lihat juga pendapat senada dari William Durant)

13. Bagaimana Khilafah mempersatukan umat yang sudah tersekat-sekat nasionalisme dan nation state?

Jawab: Dulu, berbagai kabilah di Jazirah Arab yang selama itu tidak pernah akur, dapat disatukan oleh Nabi dan para Khalifah sesudahnya.

Pertama, tanamkan kekuatan ruhiyah. Orang Arab tidak lebih baik dari non Arab; begitu juga sebaliknya. Jadi, siapapun siap bersatu dengan dipimpin oleh siapapun. Kalau selama ini suku-suku di Indonesia siap dipimpin oleh orang dari Jawa, semestinya siap juga dipimpin oleh bangsa apapun dan memimpin bangsa apapun.

Kedua, secara realitas, dunia makin menjadi dusun kecil. Istilah globalisasi telah menjadi kenyataan yang tidak dapat ditawar lagi. Dunia islam pun dalam kenyataannya ‘menyatu’ dalam sistem dunia. Mulai dari moneter, standar mata uang, hingga penanganan flu burung dilakukan secara global. Jadi, kenyataannya, dunia tengah menyatu. Karenanya, persoalannya bukan pada bersatunya, melainkan pada apakah kapitalisme global akan tetap dijadikan dasar akan kebersatuan dunia itu atau Islam dengan kekhilafahannya.

Ketiga, salah satu kewajiban kita adalah bersatu. Kaum Muskmin bersaudara laksana satu bangunan dan satu tubuh, dan haram berpecah belah. Bukankah Tuhan kita sama: Allah SWT; kitabnya sama: al-Quran; Rasulnya sama: Muhammad Saw; kiblatnya sama: Baitullah? Semua itu merupakan kekuatan ruhiyah yang akan menyatukan umat melewati batas-batas nasinalisme. Bila dengan alasan material Uni Eropa dapat bersatu, maka dengan alasan umat Islam adalah umat yang satu (ummah wahidah) semestinya umat Islam dapat bersatu melebihi mereka.

14. Tapi bukankah setiap negara Islam memiliki national interest yang berbeda-beda?

Jawab: Kalaulah setiap negara muslim berpikir seperti para pemimpin negara-negara Eropa saat ini, persoalan itu mudah saja diatasi. Bukankah negara-negara Eropa itu juga memiliki national interest masing-masing? Kenapa kemudian mereka bisa mudah melebur dalam Uni Eropa? Sekarang mereka terus bergerak. Di bidang Imigrasi, bahkan sudah diperbolehkan satu visa untuk 14 negara; mungkin sekarang sudah lebih. Mata uang sudah satu. Sebentar lagi mungkin pertahan dan militer, kemudian parlemen. Nanti akan ada pemilu untuk Eropa dan sebagainya. Jadi kenapa umat Islam tidak bisa begitu? Umat Islam lebih punya dasar teologis dan historis. Secara teologis, jelas sekali dalil yang mewajibkan kita mewujudkan dan menjaga persatuan umat. Secara historis, kita tinggal meneruskan apa yang sudah umat Islam alami di masa lalu, di masa kejayaan kekhilafahan Islam.

15. Bagaimana menyatukan keragaman?

Jawab: Keragaman tidak selalu harus disatukan. Beberapa ayat al-Quran dan as-Sunnah, termasuk pada masa Rasulullah Saw dan para shahabat, menunjukan kehidupan di dalam kekhilafahan membiarkan keragaman. Keragaman budaya, adat, etnis dan lain-lain dipandang sebagai alami agar manusia saling mengenal (lihat quran surat al-Hujurat: 13). Bahkan, tidak sedikit pernikahan antar etnis terjadi. Wali Songo yang kebanyakan dari Timur Tengah menikah dengan puteri Jawa. Agama2 yang beraneka ragam diberi kebebasan hidup, karena tidak ada paksaan bagi non Muslim untuk berpindah menganut Islam (lihat quran surat al-Baqarah: 256). Beraneka madzhab pun berkembang. Dulu, ada puluhan madzhab, sekalipun yang banyak dikenal hingga kini hanya empat saja. Keragaman yang disatukan hanyalah keragaman yang apabila dibiarkan akan memporakpandakan tatanan masyarakat. Jadi, keragaman, bukanlah merupakan kesulitan dalam penegakan Khilafah.

16. Bagaimana mekanisme pemilihan Khalifah di tengah perbedaan etnik, mazhab dan kepentingan politik?

Jawab: Dari sisi pemahaman harus sama bahwa siapapun yang yang memenuhi syarat in’iqad, boleh menjadi Khalifah; tanpa membedakan etnis dan mazhab. Syarat keturunan Quraisy bukanlah syarat utama, melainkan syarat keutamaan (afdloliyah). Adanya kekhilafahan Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyyah menunjukkan hal ini. Realitas pun menunjukkan, Cina dapat mengurus rakyat yang jumlahnya 1,5 milyar dengan berbagai keragamannya, maka sejatinya umat Islam pasti lebih bisa mengurus kaum Muslim dunia sebesar itu juga.

Pada sisi lain, mekanisme pemilihan Khilafah melalui pemilihan, baik langsung maupun lewat perwakilan Majelis Umat/MU (ahlul halli wal aqdi). Dengan merujuk jejak pada Khulafaur Rasyidin dapat dilaksanakan mekanisme berikut. Di daerah di lakukan pemilihan para anggota Majelis Wilayah/MW (wakil umat di daerah) langsung oleh rakyat daerah masing-masing. Yang dipilih adalah bukan gambar partai atau organisasi; melainkan langsung orangnya. MW benar-benar menjadi representasi daerahnya. Lalu, para anggota MW memilih sejumlah orang di antara mereka untuk menjadi MU. Jadi, MU pun merasakan representasi umat secara keseluruhan. Persoalan etnik dan mazhab tidak akan menjadi masalah karena dapat diselesaikan dengan mekanisme tersebut.

Sementara itu, kepentingan politik ditampung dengan dibiarkan adanya partai-partai politik dan organisasi. Tidak perli izin, cukup pemberitahuan kepada pemerintah. Syaratnya, dasar oraganisasi adalah Islam dan untuk kepentingan Islam. Partai/organisasi ini dapat menyiapkan kader-kadernya untuk menjadi MW, MU atau khalifah, yang beradu kualitas dalam pemilihan.

17. Bagaimana cara menuju tegaknya Khilafah?

Jawab: Inti dari persoalan ini adalah kesadaran masyarakat. Masyarakat yang sadar akan kewajiban penerapan syariah dan menyatu dalam khilafah akan berupaya untuk mewujudkannya. Bila masyarakat ini didukung oleh ahlu quwwah (militer dan lain-lain), lalu memberikan kekuasaannya kepada pemimpin Islam untuk menjadi Khalifah, maka tidak ada siapapun yang dapat menghalanginya. Sebab, kekuasaan ada di datang rakyat. Hanya saja, memang negeri-negeri kaum Muslimin harus melepaskan diri dari kungkungan dan penjajahan negara-negara besar. Untuk itu, perlu ada upaya di tiap negeri Muslim untuk menggerakan umat bersatu dalam Khilafah. Perlu gerakan TRANSNASIONAL.

Pada awalnya gerakan Khilafah Islmiyyah tetaplah merupakan sebuah unit negara. Proses berikutnya, dia akan mengembangkan wilayah dan pengaruhnya itu ke negara-negara lain yang penduduknya mendukung gagasan penyatuan negara mereka ke dalam Khilafah. Misalnya, khilafah berdiri tegak di Mesir, maka khalifah akan berusaha menyatukan wilayah disekitarnya, entah itu Libya, Sudan, Aljazair, Maroko, atau bahkan wilayah yang lebih jauh seperti Palestina, Syiria, Yordanisa, Irak, Iran, dan lain-lain.

18. Kita ini lemah, padahal ada negara besar siap menghadang?

Jawab: Alasan ini memang bukan isapan jempol. G.W. Bush menegaskan akan menyerang siapapun yang mengiginkan pendirian kembali kekhilafah Islam di Timur Tengah; sebagai bagian dari “perang melawan teror”. Realitas ini bukanlah perkara baru. Rasulullah Saw. sejak awal dikepung dan diusir. Setelah berhasil menegakkan daulah nubuwwah wa rahmah pimpinan Nabi, mereka siap diserbu oleh kaum kafir Quraisy serta menghadapi tantangan dari dua negara besar kala itu; Persia dan Romawi. Tapi, hal ini justru menjadi pintu kemenangan yang lebih besar. “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul-NYA) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung” (lihat quran surat Ali ‘Imran ayat 173). Jadi, secara I’tiqodi dan historis ancaman tersebut merupakan sunnatullah. Tapi, kemenangan Islam dan umatnya pun merupakan janji dari Allah Pencipta Alam Semesta. Lalu, sebenarnya kita. Masalahnya, karena kita tidak bersatu, maka banyak di antara kaum Muslim yang merasa lemah. Bayangkan, Indonesia saja membentang dari Inggris hingga Turki dan dari Polandia/Jerman hingga Yogaslavia, atau membentang dari Maroko sampai Yaman, dan dari Chad samapi Tunisia.

19. Ada yang menilai konteks kekhilafahan ini tidak cocok bagi Indonesia?

Jawab: Boleh saja siapapun memberikan pendapat itu. Tapi, justru kita harus mempertanyakan ketidakcocokan itu di mana? Inti dari Khilafah itu adalah syariah dan yang kedua adalah persatuan (ukhuwah). Syariah itu kita perjuangkan dengan keinginan mendalam untuk menggantikan Sekulerisme yang telah memimpin Indonesia selama 60-an; akan tetapi tidak memberikan apa-apa kecuali berbagai persoalan. Sementara persatuan bukan hanya kewajiban melainkan tuntutan fitrah manusia. Sekedar menambahkan referensi tentang keterkaitan Indonesia dengan Khilafah, bisa dibaca di sini.

20. Bagaimana dengan Pancasila?

Jawab: Harus diakui, Pancasila hanya merupakan sekumpulan prinsip-prinsip dasar yang sangat umum sehingga dapat ditarik kesana-kemari; tergantung penguasanya. Lihatlah perjalan negeri kita dari Orde Lama hingga Orde Reformasi. Dalam realitasnya untuk menyelesaikan masalah kemiskinan, kebodohan, kezhaliman, ketidakadilan, penjajahan, dan lain-lain, Pancasila tidaklah memadai. Tidak operasional. Karenanya, perlu ada yang operasional. Itulah syariat dan sistem Khilafahnya. Jadi, gagasan syariat dan Khilafah merupakan solusi yang dapat membebaskan Indonesia dan umat secara keseluruhan dari krisis multidimensi. Sosialis-Komunis terbukti gagal, Kapitalisme justru menghasilkan tatanan penuh krisis seperti sekarang. Kalau bukan syariat dan Khilafah yang diperintahkan al-Quran dan as-Sunnah, lalu apa?

21. Ada sejumlah kalangan berpendapat, ide Khilafah ini akan mengancam NKRI?

Jawab: Mengancam dari sisi mana? Khilafah dan syariah itu akan menggantikan sekulerisme. Di mana sekulerisme sudah membuat celaka negeri kita; justru yang mengancam itu sekulerisme dan kapitalisme global. Fakta sudah nyata. Ukhuwah justru akan mensolidkan negara dari ancaman separatisme yang mengancam. Bentuk separatisme, seperti RMS dan Papua Merdeka, itu yang mengancam, dan bukannya Khilafah. Khilafah malah akan menyelamatkan NKRI dari kehancuran.

Apakah belum tahu bahwa para pejuang syariah dan Khilafah sangat concern pada usaha menjaga NKRI? Tatkala Timtim lepas, para pejuang syariah dan Khilafah menyampaikan pada media massa, bahwa kami akan mengambil kembali Timtim dan menggabungkannya dengan Indonesia walaupun butuh 25 tahun! Saat pembicaraan MoU Aceh di Helnsinki dan tatkala kalangan tentara khawatir dengan hasil Perjanjian Helnsinki, para pejuang syariah dan Khilafah-lah yang berteriak lantang agar Aceh tidak lepas dari NKRI dan agar NKRI jangan berada di bawah ketiak pihak asing! Bahkan kalangan militer sampai melihat para pejuang syariah dan Khilafah ‘lebih nasionalis’ dari organisasi dan partai-partai nasional… Salah seorang pejuang syariah dan Khilafah pernah berkata kepada Perwira Mabes AD yang mewakili KSAD, bahwa kami tidak hanya ingin memelihara keutuhan wilayah NKRI, bahkan ingin agar wilayah NKRI lebih besar daripada yang ada sekarang ini! Dengan sistem Pemerintahan syariah, yakni Khilafah Islamiyyah, hal itu sangat mungkin terwujud.

22. Tapi, ‘kan ide Khilafah meniscayakan adanya perubahan NKRI?

Jawab: NKRI mana yang tidak boleh dirubah..? Dari segi sistemnya, UUD 1945, saat diproklamasikan, masih memuat pembukaan yang menyebut, “dengan menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Lalu pada 18 Agustus tujuh kata tersebut dicoret. Kemudian muncul UUD RIS. Lalu lahir UUD 1950, yang bersifat demokrasi parlementer. Setelah itu, kembali lagi pada UUD 1945 dengan Dekrit Presiden 1959 sebagai tanda dimulanya era Demokrasi Terpimpin. Selanjutnya muncul Orde Baru yang membawa Demokrasi Pancasila. Orde Demokrasi Pancasila itupun tumbang dengan lahirnya Orde Reformasi. Selanjutnya, muncul era demokratisasi pasca reformasi yang ditandai dengan perubahan UUD 1945 secara besar-besaran sehingga dominasi neolibnya sangat menyengat.

Sayangnya, meski sudah bongkar pasang, hasilnya nihil! Yang terjadi justru krisis multidimensi yang semakin menjadikan kedaulatan negeri ini berada di bawah telapak kaki kaum Neolib. Nah, dalam situasi seperti ini, tawaran konsep Khilafah sebagai suatu sistem syariah dalam sektor pemerintahan mestinya dianggap sebagai wacana pencerahan yang bisa diuji kebenaran dan kemampuan problem solving-nya secara konseptual!


Itu dari segi sistem. Dari segi teritorial, faktanya, Timtim lepas dari NKRI dengan ‘restu’ PBB pasca jajak pendapat tahun 1999.

Nah, kenapa takut dengan perubahan sistem?

23. Adakah kaitan antara Khilafah dengan demokrasi?

Jawab: Inti dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Inti gagasan ini bertentangan dengan syariat Islam. Sebab, jelas sekali Islam mengajarkan kedaulatan itu di tangan Allah (di tangan syariat). Kehendak yang paling tinggi itu ada di tangan syariat. Ke sanalah rakyat dan seluruh elemen negara itu wajib tunduk. Dalam al-Quran tertulis: “Innama kaan kaula al-Mu’minina idza du’u ilallahi wa rasulihi liyahkuma baynahum ayyakulu sami’na wa atho’na” (Kami mendengar dan kami taat). Itu menunjukan bahwa syariat menempati posisi yang paling tinggi. Begitu syariat Islam menyatakan sesuatu, menyuruh sesuatu atau melarang sesuatu, mereka tunduk; sami’na wa atho’na. Itu jelas sekali.

Ditegaskan dalam ayat lain, wa ma kaana limu’minin wa la mu’minatin idza qodlo allahu wa rasulahu amran ayyakuna lahumul khiyaratu min amrihim. Jadi, kalau Allah dan Rasul-NYA sudah menetapkan keputusan hukum, maka tidak pantas bagi seorang mukmin laki-laki dan perempuan untuk mencari keputusan hukum selain yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-NYA. Ini menunjukan bahwa yang memiliki kehendak paling tinggi adalah Allah dan Rasul-NYA. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana, syariat. Karenanya, syariat itu semestinya bukan option (pilihan), tapi obligation (kewajiban). Dalam sistem demokrasi di negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia, syariat itu masih sekedar option, bukan obligation. Di situlah kita wajib menolak, bukan pilihan, yang semestinya diterapkan sebagai satu-satunya sistem hukum yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat dan bernegara. Jadi, Khilafah tidak terkait dengan demokrasi.

24. Mungkinkah Khilafah dapat ditegakkan melalui proses demokrasi..?

Jawab: Tergantung. Kalau yang dimaksud adalah harus mempertahankan kedaulatan di tangan rakyat sehingga halal-haram, baik-buruk, benar-salah, dan terpuji-tercela ditetapkan oleh wakil rakyat, maka tidak mungkin khilafah dapat tegak dalam sistem demikian. Tapi, bila yang dipegang adalah kekuasaan ada di tangan rakyat baik langsung maupun tidak langsung, maka sangat mungkin. Asal rakyat mau dan didukung oleh pemilik kekuatan (ahlu quwwah), maka sangat mungkin terjadi.

25. Lalu, arah dakwah seperti apa yang bisa menjadi peluang tegaknya Khilafah; Ishlah atau Taghyir?

Jawab: Untuk menentukan dengan tepat aktifitas dakwah kita, mesti memiliah terlebih dahulu sasaran-sasaran dakwah kita. Sasaran dakwah dapat dipilih menjadi dua; individu dan masyarakat.

Ketika sasaran dakwah kita individu, maka kita bisa memilahnya lagi menjadi dua kelompok, Kafir atau Muslim. Apabila sasaran dakwah kita adalah orang kafir, maka kita mesti melakukan aktifitas dakwah yang bersifat taghyir (mengubah secara radikal) bukan ishlah (perbaikan yang sifatnya parsial). Ini didasarkan pada kenyataan, bahwa asas kehidupan orang kafir bukanlah aqidah Islam, dan aqidah selain Islam adalah aqidah bathil. Jika aqidahnya bathil, maka seluruh pemikiran cabang maupun hukum yang lahir dari aqidah tersebut, bathil pula. Dalam kondisi semacam ini, perbaikan yang wajib dilakukan adalah mengganti asas yang bathil tersebut dengan asas yang shahih; yaitu aqidah Islam. Lalu, jika mereka telah menjadikan aqidah Islamsebagai asas hidupnya, selanjutnya kita ajarkan kepada mereka hukum-hukum Islam. Pengajaran ini dilakukan agar mereka terikat dengan hukum-hukum Islam, sebagai konsekuensi logis dari aqidah Islam yang ia peluk.

Apabila sasaran dakwah adalah orang Muslim, maka kita hanya mengubah hal-hal yang cabang atau membersihkan asas – yakni aqidah Islam yang pada dasarnya masih melekat erat pada dirinya. Oleh karena itu, aktifitas dakwah yang mesti dilakukan bagi orang Muslim haruslah bersifat ishlah, bukan taghyir.

Di atas adalah perbaikan individu. Lantas, bagaimana dengan perbaikan masyarakat? Untuk menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu kita mesti membahas definisi masyarakat. Menurut Syeikh Taqiyyudin an-Nabhany, masyarakat adalah: “kumpulan manusia yang di dalamnya terdapat interaksi yang bersifat terus menerus”. Interaksi tersebut terjadi karena ada kesamaan kepentingan yang ingin mereka raih; baik kepentingan tersebut bersifat mendatangkan kemashlahatan, maupun menolak kemudlorotan. Dalam menunaikan kepentingannya, manusia berbeda dengan hewan. Hewan tidak berjalan pada aturan-aturan tertentu dalam memenuhi kepentingannya. Sedangkan manusia selalu berjalan berdasarkan tatacara (kaifiyyah) tertentu yang muncul dari mafahimnya tentang kehidupan. Mafahim itu pula yang membentuk perasaan-perasaan (masyaa’ir), serta tatacara dalam melakukan aktifitas. Selanjutnya berdasarkan mafahim serta perasaan-perasaan tersebut manusia mengarungi kehidupan. Dengan begitu, terjadilah interaksi antar manusia di atas landasan pemikiran-pemikiran (yang membentuk mafahim), perasaan-perasaan, dan aturan yang diterapkan. Oleh karena itu, kita bisa menyimpulkan, bahwa unsur pembentuk masyarakat ada empat, yaitu: manusia, pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan, dan aturan yang diterapkan.

Inilah realitas masyarakat. Atas dasar itu, masyarakat Islam pada masa Rasul Saw. adalah masyarakat yang terdiri dari kaum Muslim – yang di dalamnya ada ahlu adz-Dzimah, yang dibangun atas landasan aqidah Islam dan pemikiran-pemikiran cabang yang lahir dari aqidah Islam, masya’ir Islam (perasaan Islam), dan hukum yang berlaku adalah adalah syariat Islam; baik yang diterapkan secara individu maupun yang diterapkan melalui negara.

Kalau kita cermati secara jernih dan mendalam, maka masyarakat yang hidup di bawah naungan Khilafah Islamiyyah yang kurang lebih 12 abad lamanya adalah masyarakat yang sama dengan masyarakat pada masa Nabi Saw.; yakni, masyarakat Islam. Sebab, masyarakatnya terdiri dari kaum Muslim – di dalamnya ada ahlu adz-Dzimmah, landasan kehidupan masyarakat adalah aqidah Islam sebagai pemikiran asasi, serta pemikiran-pemikiran cabang lain, perasaan mereka adalah perasaan Islami dan hukum yang berlaku adalah syariat Islam. Oleh karena itu, jika di dalam masyarakat Islam seperti ini terjadi penyimpangan atau keteledoran dalam penerapan syariat Islam, maka aktifitas dakwah yang mesti dilakukan adalah dakwah yang bersifat ishlah al-Juz’i (perbaikan yang sifatnya parsial). Misalnya, ketika Khilafah Islamiyyah melalaikan jihad, maka yang dilakukan adalah memberikan nasihat pada Khalifah untuk kembali menjadikan jihad sebagai aktifitas utama daulah dalam menyebarkan Islam, dan bukan dengan menghancurkan daulah, lalu mendirikan daulah yang baru.

Dalam konteks sekarang, ketika masyarakat di mana kita hidup bukanlah masyarakat Islam, walaupun mayoritas penduduknya adalah Muslim, maka, fokus aktifitas dakwah kita bukanlah ishlah al-Juz’i (perbaikan yang sifatnya parsial); akan tetapi haruslah aktifitas taghyir al-Judzri (perubahan yang sifatnya menyeluruh). Yakni, mengubah masyarakat yang tidak Islami menjadi masyarakat Islam.

26. kalau begitu, bagaimana jalan menuju Khilafah?

Jawab: Melalui jalan dakwah yang ditempuh dengan mengikuti thariqah dakwah Rasulullah Saw, yaitu:

    * Dimulai dengan pembentukan kader yang ber-syakhsiyyah islamiyyah, melalui pembinaan intensif (halqah murakkazah) dengan materi dan metode tertentu.
    * Pembinaan umat (tatsqif jama’i) untuk terbentuknya pendapat masyarakat (al-Wa’yu al-Amy) tentang Islam.
    * Pembentukan kekuatan politik melalui pembesaran tubuh jamaah (tanmiyatu jizmi al-Hizb) agar kegiatan pengkaderan dan pembinaan umum dapat dilakukan dengan lebih intensif, hingga terbentuk kekuatan politik (al-Quwwatu as-Siyasiya)
    * Penegakan syariah dan khilafah memerlukan kekuatan politik. Kekuatan politik adalah kekuatan umat yang memiliki kesadaran politik Islam (al-Wa’yu al-Siyasi al-Islamy), yakni kesadaran bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus diatur dengan syariah Islam. Maka harus ada upaya penyadaran politik islami masyarakat secara terus menerus yang dilakukan oleh kader. Makin banyak kader, makin cepat kesadaran terbentuk sehingga kekuatan politik juga makin cepat terwujud.
    * Massa umat yang memiliki kesadaran politik menuntut perubahan ke arah Islam.
    * Di dukung oleh ahlu quwwah (semisal polisi, militer, politisi, orang kaya, tokoh masyarakat, dan sebagainya) yang melalui pendekatan intensif, setuju mendukung perjuangan syariah dan khilafah. Kekuatan politik yang didukung oleh berbagai pihak semacam ini tidak akan terbendung.
    * Rakyat menuntut tegaknya sistem syariah dan kekuasaan Khilafah atau penyatuan ke dalam Khilafah Islamiyyah.

pirated from: here
read more

18 Jul 2012

Defensive-Apologetic

Mari telanjangi diri dengan pandangan yang objektif, karena kadang kita masih terlalu banyak defensif apologogetik saat menilai diri sendiri. Selain itu, defensif apologetik itu tidak sehat, untuk pengembangan diri maupun keimanan.

Defensif apologetik berati melakukan pembenaran-pembenaran atas kesalahan dibuat atau kekurangan yang dimiliki; bersikap permisif dengan mengajukan pengampunan yang tidak sesuai dengan tempatnya.

Kenapa tidak sehat untuk pengembangan diri dan keimanan? Karena manusia adalah makhluk yang berkekurangan dan meniscayakan adanya perbaikan pada dirinya. Pertanyaannya adalah bagaimana mungkin seseorang akan memperbaiki kekurangan dirinya sedangkan mengakui kesalahannya saja dia tidak bisa (baca: mau)? Bagaimana seorang penulis sastra akan mampu menambah citarasa tulisannya jika diberi masukan diksi saja tidak mau? Bagaimana seorang fotografer amatir akan menjadi profesional jika diberi masukan angle saja ditolaknya? Clear?

Tentang bahwa sikap defensif apologetik tidak sehat untuk keimanan, saya pikir sudah jelas. Sikap defensif apologetik yang kemudian memunculkan permisifisme, pasti akan mudah dipahami. Sikap ini akan menjadikan seseorang memberikan pengampunan saat dirinya menggeser apa yang diyakininya boleh dan tidak. Sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, dan akhirnya masuklah dia ke jurang terdalam dosa. Ridla Rabbnya seolah menjadi di bawah kendalinya. Apa yang dia inginkan akhirnya diklaim sebagai hal yang dibolehkan oleh Sang Pemilik Jagad. Apakah itu yang namanya memegang teguh apa yang dipercayai? BUKAN! Memegang teguh apa yang diyakini berarti mencari apa yang harusnya dipercayai, baru kemudian menggenggamnya erat, sedangkan melakukan pembenaran adalah memegang apa saja yang dapat digenggam tanpa tahu layak-tidaknya apa yang digenggam.
Wallahu'alam.

NB: Saya harap kita mau membuang apa yang digenggam saat tahu apa yang di tangan tidak layak dipertahankan.
read more

5 Jun 2012

Menyesalkah Kau Melahirkanku, bu?


Ibu, semenjak dahulu aku tahu dan pahami bahwa kau adalah manusia pertama yang aku kenal. Bahkan kau yang membuatku mengenali arti mengenal.

Kau mengajari bukan dengan peluh, bukan dengan kesah, bukan dengan sedikit resah, tapi dengan darah. Dengan darahmu, bu!

Kau ku bentak, menangis kau dibuatku.

Ku berontak, teriak kau dibuatku.

Diperban uban, ditelikung umur. Kau menua, Ibu!

Duhai penghulu bidadari yang didamba ayah. Beribu harap kau gelindingkan di hadap anakmu. Berharap dia mau dan mampu mengejar dengan derap kencang. Tapi tahukah engkau, ibu? Saat memulai melangkah, dia bahkan tidak tahu apakah sanggup mengejar semuanya. Iya, dia itu aku, bu.

Pasangan hidup yang kau inginkan aku bersanding dengannya, pengakuan halayak atas prestasi gemilang, kemapanan hidup yang menjulang. Aku tidak tahu apakah aku sanggup menggenggamnya. Meskipun sungguh, aku berlari menujunya, bu! Sungguh!

Bu, aku hanya ingin memastikan bahwa aku akan membuatmu tidak menyesal memberikanku kehidupan. Karena sungguh, aku akan menjadi saksi di hadapan Raja Semesta bahwa engkaulah yang membuatku mengenalNya.

Aku akan siap menjadi saksi saat tak ada hujjah kecuali apa yang telah diperbuat saat di dunia. aku akan bersaksi bahwa engkaulah yang menjadi kunci rahasia semesta ilmu. Engkaulah yang menjembataniku mengenali tugas para Nabi dan para pewaris risalahnya. Engkaulah yang menuntunku berada di barisan terdepan para martir! Itu engkau, ibu!

Dan aku akan membuatmu tidak menyesal melahirkanku ke dunia. Aku janji, ibuku sayang.
read more

1 Mei 2012

Reportase IIC#6 | Sabtu, 28 April 2012 | Gedung Aula Lt. 3 Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung


Bom Waktu penundaan Kenaikan Harga BBM; Skenario Rapat Paripurna

“Penundaan kenaikan harga BBM merupakan skenario rapat paripurna dan sewaktu-waktu bisa meledak, yang pada akhirnya pasti akan menyengsarakan rakyat” Ujar Yuda Suhendar selaku ketua pelaksana saat memberikan sambutan di Islamic Intellectual Challenges Edisi ke-6 pada hari Sabtu, 28 april 2012. 

Acara yang bekarjasama dengan BEM Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung ini diselenggarakan di Gedung Aula Lantai 3 STKS. Acara bulanan gerakan Mahasiswa Pembebasan Wilayah Jawa Barat di bulan April ini mengangkat tema “Bom Waktu penundaan Kenaikan Harga BBM; Skenario Rapat Paripurna” dan mengudang empat orang pembicara. Pertama, Bapak Iman Soleh, S.IP, M.Si (Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD), DR. Sunatra, SH, MS (Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Barat), Ir. Taufik Abdul Karim (DPD II HTI Kota Bandung) dan Dhani Kusumawardana (Gema Pembebasan Jawa Barat). Namun Bapak Iman Soleh berhalangan hadir karena berada di luar kota, Bapak Sunatra mewakilkan pada rekannya yg lain, yaitu Bapak Nunung Sanusi, sedangkan dari DPD II HTI mewakilkan pada Bapak Agus Handaka, S.IP, MT.

Pembicara pertama adalah Bapak Nunung Sanusi. Beliau menyatakan bahwa partainya merasa kecewa dengan hasil rapat paripurna. Kemudian beliau menambahkan, dengan melihat UU Pasal 7 ayat 6A, kenaikan harga BBM sudah pasti tidak akan bisa terelakan lagi, tinggal menunggu waktu saja. Tetapi meskipin begitu partainya akan tetap konsisten untuk menolak, dengan alasan bahwa ini adalah salah satu bentuk perjuangan untuk melindungi hak-hak rakyat Indonesia terutama hak-hak kaum buruh.

Sedangkan pembicara kedua, Bapak Agus Handaka memaparkan bahwa sesungguhnya ada ataupun tidak ada rapat paripurna, harga BBM nampaknya akan tetap naik. Kemudian beliau memaparkan bagaimana Islam melakukan regulasi BBM. Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda “kaum Muslim berserikat dalam 3 hal, air, padang gembala dan api.” Jadi, pemerintah saat ini dzalim karena tidak memakai aturan Islam dan tidak mempedulihan nasib rakyat.

Dilanjut dengan pemaparan ketiga, yaitu Dhani Kusumawardana. Beliau menjawab pertanyaan pembuka yang ditanyakan moderator dengan jawaban yang membuat semua perserta terheran-heran. “Saya sangat puas dengan hasil rapat paripurna tersebut” Kata sang Aktifis Gema Pembebasan itu dengan penuh keseriusan. Keheranan pun terjawab saat dipaparkan alasannya. Kang Dhani menyatakan bahwa hasil rapat paripurna pada 30 Maret kemarin merupakan salah satu bukti yang bisa menjelaskan secara langsung kepada masyarakat bahwa demokrasi yang katanya dari, oleh dan untuk rakyat itu hanyalah omong kosong dan utopis. Hal ini bisa dilihat dari hasil survey LSI, 86% rakyat Indonesia menolak kenaikan harga BBM, tetapi nyatanya pemerintah tidak mengakomodir keinginan rakyat tersebut.

Hal yang menarik adalah ketika muncul pertanyaan “Kenapa setelah rapat paripurna itu, kok kelihatannya adem ayem, seakan semuanya dibungkan dengan hasil keputusan tersebut, padahal kita lihat bersama sebelumnya sangat panas, bahkan seorang mahasiswa berani berhadapan langsung dengan polisi?” dan hal itu di jawab oleh kang Dhani secara tegas bahwa hal ini dikarenakan tuntutan yang mereka tuntut tidak hingga ke pokok persoalan, yaitu persoalan fundamental yang menyebabkan harga BBM melambung. Artinya, jika hanya bereaksi karena isu kenaikan BBM—tanpa menyentuh akar masalah—maka setelah isu itu meredup dan tertutupi oleh isu yang lain, maka geraknya juga akan tenggelam.

Dan di akhir acara, ketiga pembicara sepakat memandang rapat paripurna tersebut malah akan membuat bingung dan tidak menyelesaikan masalah yang ada terkait dengan kenaikan BBM. Satu-satunya solusi yang bisa menjawab segala persoalan negeri ini hanyalah Islam dengan seperangkat aturannya yang sempurna dan telah paripurna. [] [Tim GP Jabar]
read more

20 Apr 2012

أين؟

Kang, dulu saya pikir saya gak bakalan jadi gini. Jadi orang yang terbuka pikirannya di tengah manusia-manusia jumud. Jadi manusia yang berani menyerang saat oranglain hanya sibuk bertahan. Jadi manusia yang teriak menggeram saat oranglain cuma diam. Ya! Menjadi bagian dari barisan pejuang penghancur peradaban keparat yang sedang sekarat, dan menggulirkan peradaban adidaya yang akan kembali jaya, Khilafah Islam.

Tapi kang, saya bingung. Kenapa harus saya? Bukan, kang! Bukan berarti saya gak bersyukur saya jadi bagian dari manusia-manusia yang (insya Allah) tercerahkan. Tapi di mana mereka orang-orang "yang harusnya" ada lebih dulu sebelum saya gabung? Masih belum ngerti, kang? Oke saya perjelas, kang!

DI MANA ORANG-ORANG YANG DILABELI KAUM INTELEK?! KENAPA ORANG BODOH SEPERTI SAYA YANG HARUS BERJIBAKU DAHULU DENGAN BUKU-BUKU YANG BERISI ISTILAH-ISTILAH ANEH ITU?!

DI MANA ORANG-ORANG YANG DILABELI SEBAGAI PENGUSAHA MUSLIM ITU?! KENAPA ORANG FAKIR SEPERTI SAYA YANG HARUS MENGURANGI JATAH MAKAN BERHARI-HARI UNTUK BISA MENYELENGGARAKAN EVENT YANG BERTUJUAN MENYADARKAN UMMAT?!

DI MANA PARA ULAMA' YANG HARUSNYA ADA DI BARISAN DEPAN JAUH SEBELUM KAMI BERADA?! KENAPA KAMI YANG BACA HURUF HIJAIYAH SAJA SULIT YANG HARUS BERADA DI BARISAN TERDEPAN?!

Jawab, kang! DEMI ALLAH SAYA SAKIT HATI!!! 

KENAPA SAYA YANG BELUM LAYAK INI YANG JUSTRU NGOTOT?! KENAPA MEREKA "YANG SEHARUSNYA" MALAH ONGKANG-ONGKANG KAKI?!

"Karena kamu lah yang kelak menggantikan posisi mereka. Kamu yang akan jadi seorang intelektual, kamulah yang akan jadi aghniya layaknya Abdurrahman bin Auf, KAMULAH YANG AKAN JADI ULAMA'!"

Kalau begitu, cukuplah kesakithatian ini berhenti sampai hari ini, kang. Karena saya akan mencukupkan diri sebagai orang bodoh sampai hari ini. Karena saya akan mencukupkan diri melabeli diri saya sebagaiorang faqir dalam harta sampai hari ini. Karena saya akan mencukupkan diri menjadi seorang yang jahil dalam agama sampai hari ini!
read more

4 Apr 2012

Reportase Dialogika Gerakan Mahasiswa Pembebasan Komsat Pembebasan Utara

 
“Yang salah itu SBY, bukan rakyat. Maka dari itu, SBY harus segera diturunkan dan rezim sekarang sudah tidak layak dipertahankan.” Begitulah kira-kira respon dari Presiden Mahasiswa (Ketua BEM Politeknik Negeri Bandung) ketika merespon pernyataan salah seorang wanita, peserta Dialogika (28/3) yang berpendapat bahwa kenaikan harga BBM saat ini memang harus pemerintah lakukan, karena ini semua untuk kebaikan rakyat dan rakyat tidak berhak menyalahkan pemerintah dengan kenaikan harga BBM ini.

Acara yang diadakan oleh Gema Pembebasan (Gerakan mahasiswa Pembebasan) komisariat Pembebasan POLBAN ini memang menarik dan banyak mengundang perhatian masyarakat kampus Politeknik Negeri Bandung. Hal ini disebabkan salah satunya karena acara ini diadakan ditengah-tengah kantin PUJASERA yang notabene tempat tersebut merupakan salah satu pusat berkumpulnya mahasisiwa di kampus ini.

Acara yang mengambil judul “KENAIKAN HARGA BBM: ASING UNTUNG, RAKYAT BUNTUNG” ini menghadirkan pembicara dari BEM KEMA POLBAN dan disandingkan dengan pembicara dari Gema Pembebasan.

Bima Gusti Tresna selaku Ketua BEM Politeknik Negeri Bandung menjelaskan bahwa rencana kenaikan harga BBM merupakan kebijakan yang mengkhianati rakyat, sekaligus mengkhianati konstitusi. Beliau pun menegaskan bahwa inilah bukti bahwa negeri ini tidak pernah terbebas dari penjajahan asing. “Alasan-alasan pemerintah saat ini untuk menaikkan harga BBM jelas merupakan pengkhianatan kepada rakyat sekaligus pengkhianatan kepada konstitusi, karena kebijakan itu sama sekali bukan untuk kepentingan rakyat, bahkan hanya akan menguntungkan asing.” tegasnya.

Faisal Anugrah selaku pembicara dari Gema Pembebasan mengatakan hal yang kurang lebih serupa dengan apa yang disampaikan oeh Bima, tetapi ia kemudian mengomentari mengenai orang-orang yang masih menganggap bahwa pemerintah saat ini masih baik dan pro terhadap rakyat. Ia menegaskan “Kenaikan harga BBM ini bukan masalah agar hidup ini hemat ataupun agar kita menjadi sabar dengan apa yang terjadi, Tetapi kenaikan harga BBM merupakan kebijakan yang jelas-jelas menguntungkan asing. Kalo ada maling yang datang ke rumah kita, bukan lantas kita bersabar dengan hal itu, atau berprasangka baik dengan maling tersebut, tetapi kita harus meneriakkan bahwa maling itu telah mencuri dan berbuat kejahatan.”

Di akhir acara, meskipun masih banyak peserta yang ingin bertanya, Bima menyatakan bahwa apa yang bisa kita lakukan saat ini untuk kemajuan negeri ini, maka lakukanlah. Mulailah dari diri sendiri dan lingkungan terdekat.

Sedangkan Faisal dari Gema Pembebasan menyatakan bahwa inilah dampak diterapkannya sistem Kapitalisme, maka kita harus menyadari bahwa apa yang kita lakukan saat ini bukanlah hanya menuntut agar SBY turun, tetapi menuntut agar sistem rusak yang sedang diterapkan saat ini oleh SBY harus diganti dengan sistem yang benar, yaitu Sistem Islam dalam bingkai Daulah Khilafah. Karena itu, salah satu tugas mahasiswa adalah terus melakukan edukasi atau penyadaran kepada masyarakat bahwa inilah hasil dari diterapkannya sistem kapitalisme-demokrasi, dan seharusnya mahasiswa senantiasa memberikan pemahaman-peahaman yang benar kepada masyarakat bahwa hanya Islamlah satu-satunya solusi. [Tim GP Bandung]
read more

24 Mar 2012

Islamic Intellectual Challenges Gema Pembebasan Jabar edisi 5 | Sabtu, 24 Maret 2012 | Aula lt.3 STKS (Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial) Bandung

Quo Vadis Gerakan Mahasiswa;  Protes kenaikan harga BBM, ke mana arah perubahan yang dituntut?, inilah tagline yang diangkat oleh Gerakan Mahasiswa Pembebasan Jawa Barat dalam acara Islamic Intellectual Challenges edisi ke-5 kali ini. Acara Gema Pembebasan Jawa Barat di bulan Maret ini menghadirkan 3 orang pembicara yaitu Bapak Haris Rusli dari Petisi 28 yang juga mantan aktivis 1998, kemudian Agung Wisnu Wardana dari DPP Hizbut Tahrir Indonesia, dan yang terakhir dihadirkan Bang Rezaldi Harisman dari Gema Pembebasan Kota Bandung.

Tentang rencana Pemerintah yang akan menaikkan harga BBM pada awal April mendatang, Ustd. Agung Wisnu menyampaikan bahwa logika yang dipakai Pemerintah tentang subsidi itu aneh. Beliau menegaskan bahwa Pemerintah telah membohongi dan berbuat zhalim kepada rakyatnya. Kebohongan itu terlihat dari hitungan yang beliau paparkan. Beliau membeberkan dengan data yang beliau dapatkan dari Chevron bahwa ternyata biaya lifting minyak bumi hanya 20$ per barrel, sehingga untuk sampai ke konsumen, harganya hanya sekitar Rp. 1300 – Rp. 1500. Oleh karena itu, sebenarnya logika subsidi dan pernyataan Pemerintah tentang subsidi BBM yang membebani APBN adalah bohong, zhalim dan bentuk pengkhianatan Pemerintah.

Sementara itu, terkait dengan rencana pemerintah ini Bapak Haris Rusli menyampaikan bahwa ada banyak alasan yang untuk menolak rencana pemerintah ini. Pertama adalah karena alasan moral. Beliau menyinggung pemerintah & parlemen yang meminta rakyatnya untuk mengencangkan ikat pinggang, tapi mereka tidak pernah memberikan contoh bagaimana hidup sederhana. Kedua, karena alasan ekonomi. Beliau menyatakan bahwa rezim sekarang memandang subsidi hanya membuang-buang uang, padahal masyarakat memang harus disejahterakan.

Pemaparan ketiga diakukan oleh Bang Reza. Beliau angkat bicara tentang bagaimana sikap mahasiswa saat ini yang cenderung apatis dan apolitis. Memang banyak dilakukan protes-protes akan kenaikan harga BBM ini tapi arah perubahan yang mereka perjuangkan masih yang tidak jelas dan mengambang.

Terkait dengan tuntutan yang diinginkan, ketiga pembicara sepakat bahwa rezim SBY dan Sistem saat ini harus dirubah. Seperti yang digambarkan oleh Bapak Haris Rusli, ibarat Komputer yang sudah nge-hang yang harus restart dan kemudian di-install ulang. Atau ustd. Agung Wisnu mengibaratkannya sebagai pohon yang sudah busuk dari akarnya dan harus diganti dengan pohon yang baru. Namun ada perbedaan terkait dengan solusi dan perubahan apa yang diusung. Bapak Haris Rusli memandang bahwa negeri ini harus dikembalikan kepada Pancasila seperti yang diusung pada masa Soekarno dahulu, sementara Ustd. Agung Wisnu dan bang Reza melihat bahwa bangsa ini harus belajar dari peristiwa reformasi ‘98 silam. Saat itu gerakan-gerakan mahasiswa hanya menginginkan turunnya rezim, tidak jelas siapa pengganitnya dan mau dibawa kemana arah perubahan itu, akibatnya banyak dari mereka hanya menjadi tunggangan para politikus yang oportunis. Oleh karena itu, Bang Reza dan Ust. Agung Wisnu menawarkan untuk menggagas arah perubahan ke syariah dan Khilafah yang sudah pasti benar, bukan sistem ‘trial and error’ yang tidak jelas penerapannya.
salah seorang penanya
 Ada yang menarik saat sesi diskusi. Seorang penanya mengatakan bahwa beliau agak risau saat solusi yang ditawarkan adalah Ideologi Islam dengan menerapkan Syariah islam. Menurut beliau, jika ada yang mampu menjelaskan secara filosofi dengan logis tentang kelengkapan sistem Islam mengatur persoalan politik, ekonomi dan sosial, maka beliau akan mengikuti. Saat moderator menanyakan jika perwakilan dari hizbut tahrir mampu menjelaskan, apakah beliau akan ikut Hizbut Tahrir, beliau menjawab “iya!”


Acara yang diselenggarakan di gedung Aula Lantai 3 Kampus STKS Bandung ini dihadiri sekitar 60 peserta dari berbagai kampus di kota Bandung dan berlangsung cukup panas. Di akhir acara, saat closing statement, Bapak Haris Rusli berpesan kepada seluruh elemen masyarakat termasuk mahasiswa bahwa kita harus bersatu untuk revolusi, turunkan SBY dan kembali ke karakter bangsa kita. Kemudian Ustd. Agung Wisnu menyampaikan bahwa perlu dilakukan ruang-ruang dialog seperti IIC ini untuk menyamakan visi pergerakan dan untuk mengingatkan masyarakat tentang pentingnya kembali kepada Syariah dan Khilafah. Terakhir, Bang Reza menyatakan bahwa Gema Pembebasan menolak kenaikan harga BBM dan menolak aksi-aksi anarkis yang dilakukan oleh gerakan-gerakan mahasiswa lain, karena sudah seharusnya mahasiswa bergerak dengan intelektualitasnya sebagai agen perubahan di tengah masyarakat. Kenaikan BBM ini merupakan bentuk pengkhianatan pemerintah kepada rakyatanya dan pelanggaran terhadap syariah Islam, tutup bang Reza.[] [Tim GP Jabar]


Pemberian Penghargaan pada Bang Reza oleh Ketua Pelaksana IIC Edisi V

Pemberian Penghargaan pada Bpk Haris Rusly oleh PW GP Jawa Barat
Pemberian Penghargaan pada Ust Agung Wisnu Wardana oleh PW GP Jawa Barat
Download materi presentasi IIC edisi Ke-5 Ust. Agung Wisnu Wardana (DPP HTI)
read more