18 Mar 2012

Batallamos Hasta La Victoria!

Tak ada manusia yang rela tujuannya tidak tecapai. Entah itu tukang cendol, para politikus pro status quo, apalagi orang-orang yang berusaha menggulirkan perubahan.

Manusia akan senantiasa berada pada tujuannya yang dia percayai layak untuk diperjuangkan. Contohnya adalah Che, seorang yang menjunjung tinggi idenya sampai dia mati bersimbah darah karena dihadiahi sembilan peluru oleh Mario Teran sang kacung pemerintah Bolivia, dan Hamzah bin Abdul Muthallib yang syahid karena ditombak dan dilahap organ hatinya oleh Hindun adalah beberapa contoh orang yang memegang teguh apa yang dia yakini walau diterjang badai zaman, hingga nyawa harus tergerus!

Bagi orang-orang yang tidak mengerti penting dan harusnya apa yang kita perjuangan, pasti akan memandang "ancaman himpitan kesulitan hidup karena memegang idealisme" dengan pandangan yang suram dan dahi berkerut, namun seiring dengan menguningnya daun dan runtuhnya pemahaman salah, "ancaman himpitan kesulitan hidup" karena memegang teguh apa yang kita yakini pun pada kelanjutannya tidak lagi menjadi sesuram saat kita hanya yakin hingga di kerongkongan. Bahkan, nampaknya bagi sang pengemban ide itu justru akan menjadi 'bumbu hidup' yang menggairahkan! Coba bayangkan, apa asiknya hidup dengan alur yang lurus dan tidak ada likaliku-nya? Meskipun tentu saja bukan berarti bahwa kita memperjuangkan sesuatu hanya demi mencari kegairahan hidup. Bukan! Dalam konteks ini, hadirnya kegairahan hidup hanya boleh dipandang sebagai efek samping yang mengiringi keteguhan langkah dan ketegasan sikap. Tidak boleh lebih dari itu!

Yang ingin saya katakan adalah bahwa konsekuensi dari keyakinan yang dipegang dengan dalam--lebih dari sekedar di kerongkongan--meniscayakan adanya pengorbanan. Bukan omongkosong bahwa waktu, harta, bahkan nyawa menjadi hal yang lumrah untuk dikorbankan, "sekedar" untuk mencapai tujuan. APAPUN tujuan itu! Tujuan baik, buruk, ataupun yang entah apa namanya.

Nah, apa yang kita korbankan akan menjadi petunjuk: hal apa dalam hidup kita yang menjadi komponen central (poros), dan apa yang menjadi 'satelit'.

Ada yang berani meninggalkan dunia kerjanya yang mapan demi menyambut seruan meninggalkan transaksi ribawi, ada yang berani meninggalkan pacarnya demi menyambut seruan menjauhi perbuatan yang mendekatkan diri dari zina, ada yang berani meninggalkan dunia demi meninggikan Dien yang telah mengangkat derajat diri dan kaumnya.

Ada yang meyakini bahwa dunia ini segalanya, maka dia jadikan ukuran dunia sebagai poros hidupnya. "Apa kata dunia?" katanya.

Ada yang  meyakini bahwa idealismenya menjadi hal yang harus diperjuangkan. Maka dunia akhirnya menjadi yang dijadikan sebagai gurauan saja. Tidak lebih!

SAYA? Sudahkah memegang hal yang layak untuk dijadikan poros hidup??
KAMU? Sudah berani mengorbankan apa demi hal yang dipandang layak dijadikan poros hidup??
Tujuan akhir seperti apa yang hendak kita raih?
Penglihatan dari mana yang kita khawatirkan?
Penghormatan siapa yang kita harapkan?

Mungkin kalian akan mengira saya akan berkata: "tidak perlu diutarakan. cukup dalam hati." tapi saya katakan: "UNGKAPKAN SECARA JELAS! JAWAB DENGAN LANTANG! JIKA PERLU, TULIS DAN PAMPANG DI KAMAR ANDA!"

Kenapa? Karena akan jelas: layakkah hidup yang sekarang anda jalani untuk diteruskan? Atau perlu berbalik arah?

Bagi yang sudah mendapati jawaban "YA", maka sudah saatnya berteriak dengan lantang: BATALLAMOS HASTA LA VICTORIA!!!
[akira]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar