23 Des 2017

Avoidance 2



Berkali-kali saya mencoba untuk menghilang sementara. Ya setidaknya sampai badainya mereda. Agar ‘nyawa malu’ bisa terselamatkan.

Tapi akhirnya ada yang membisiki, “hei, letak badai itu bukan di luar sana, dia ada di dada mu!” ya, ternyata kecamuk kacau rasa itu ada di dalam sini! Di luar memang “baik-baik” saja. Hanya perlu hadirnya saya saja. Ternyata.

Di kejadian pertama, berakhir dengan sang empunya rumah berkata “iya gak apa-apa.. gak sengaja kan..?” ah, manusia lanjut usia yang baik hati. Terima kasih telah menenangkan anak SD yang sedang tersedu sedan kala itu.

Kejadian kedua saya selesaikan dengan merespon sebelum jatuh tempo. Sambil menelan pil pahit malu. Ya, konsekuensi menghilang sementara memang. Telan saja! Take the consequences..!

Amanah pun selesai, dan tak ada gunjingan pasca itu. Alhamdulillah, naik kelas pula saya di mata banyak orang senior kala itu.

Sedangkan kejadian ketiga, karena terlewat tenggat waktu. GAGAL TOTAL memang. Namun saya berpikir, ini bukan akhir segalanya. Saya temui perwakilan penanggung jawab agenda. Menjelaskan seluruh kronologis, lalu menutupnya dengan permohonan maaf. Ah, manusia memang mungkin lalai.

Begitulah cara saya akhiri semua fase menghilang itu. Hadapi saja. Hantam. Tak peduli berhamburan malu, dikata tak punya wajah, tak bertanggung jawab. Hei, justru menemui penanggung jawab itu adalah bentuk tanggung jawab!

“Karena tak dikata cacat sebuah wajah rupawan karena ada goresan luka kecil, maka tunjukkan saja seluruh wajah mu itu!”

Halah tulisan macam apa pulak di atas ini?!?!
Saya cuma mau bilang: ayolah datang saja. Temui meski mungkin malu. Menghilang itu tidak sehat untuk kesehatan pikiran.

Nb: this is special for you. Yes, it's for you. 
Don't forget to smile and energic, as always. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar