11 Nov 2012

Wahai Engkau yang Entah dengan Siapa Aku Berbicara

Senggang waktu kah kau saat ini? Maukah engkau aku ajak berbicara? Agak sedikit berandai-andai nampaknya. Ah, meskipun enggan, aku ingin memaksamu duduk. Mendengar dengan hati dan pikiran terbuka.

Bukan! Bukan berandai mengawang yang tidak jelas, tapi meneguhkan kesiapan mu dengan masa depan "kita". Emm.. Meskipun belum ada "kita" sekarang.

Yang ingin aku bicarakan pertama adalah tentang ikatan. Suka kah engkau jika aku katakan bahwa aku akan menyayangimu sekedarnya? Tidak dalam keadaan sangat, apalagi takut kehilangan mu. Aku tidak akan takut jika suatu saat ada yang mengambilmu. Tak perlu menangis sedu-sedan seolah tanpa akhir, tak perlu merasa kehilangan berlarut seandainya hari itu tiba, cepat ataupun lambat. Karena malaikat maut tidak bisa aku cegah, wahai penyempurna separuh agama. Sungguh, aku pun ingin engkau mengatakan hal yang sama.

Kemudian, hal lain yang ingin ku katakan adalah bahwa jalan yang akan ada di depanku memang bukan jalan landai yang diliputi kesenangan hidup. Kesenangan dan kelapangan hidup tak mampu aku janjikan, wahai calon Ummu Zhaafirah! Apa yang akan kau lakukan seandainya di satu pagi kau mendapatiku dijemput dengan tangan diikat dan mata ditutup? Menangis keras kah? Atau engkau akan se-keras-kepala pendamping Naveed Butt?
Lalu tentang penerus kita. Kelak, jika kita dipercayai memiliki penerus nama dan degup jantung kehidupan, rela kah engkau seandainya aku katakan bahwa aku tak segan melepas mereka bersanding dengan penghulu para martir? Aku ingin mereka bertemu dengan Hamzah atau pun Sumayyah. Aku bahkan membayangkan engkau lah yang menyiapkan perlengkapan mereka sebelum meninggalkan rumahnya yang sederhana. Ditemani kecup hangat dari Bundanya yang shalihah.

Aduhai! Tahukah engkau betapa kecamuk pikiran semacam itu senantiasa melompat-lompat di neuron-ku?

Yang membuatku lebih gila lagi adalah kegelisahan pikiran: apakah aku mampu membuatmu menjadi sosok "sempurna"? Kenapa? Karena di belakang lelaki tangguh hampir selalu ada wanita hebat yang menyertainya, namun sepertihalnya lelaki, hebatnya wanita tidak ada sejak kelahirannya. Ayah-Ibu menjadi syarat pembentuk lingkungan awal, kemudian pendamping-lah yang meneruskan mengawal dan menjadikannya jauh lebih hebat lagi.

Teruntuk engkau, calon penghulu bidadari dambaan--yang entah dengan siapa aku berbicara.


_________________________________________________________________
DariUmm Salamah, isteri Nabi SAW, beliau menuturkan :
Aku bertanya, "Yaa Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari bermata jeli?

Baginda menjawab, "Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari seperti kelebihan apa yang nampak dari apa yang tidak terlihat."

Aku bertanya, "Mengapa wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari?"

Baginda menjawab, "Karena solat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas."

Mereka berkata : "Kami hidup abadi dan tidak mati. Kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali. Kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali. Kami reda dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya."
(Hadis Riwayat ath-Tabrani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar