17 Mar 2011

"Proses"

Hari sudah menjadi minggu, bergerak menuju bulan, lalu berevolusi menjadi tahun. Waaaa! Saya gak menyangka waktu berjalan begini cepatnya! Ah! Atau malah sebenarnya saya yang bergerak lambat? Hmm.. nampaknya memang saya yang lambat merambat.

Lima tahun rupanya saya sudah meninggalkan 2006, namun sungguh lompatan2 informasi tentang pergulatan dalam pikiran tetap saja masih jelas terekam. Salahsatunya adalah saat saya mencoba ’membujuk’ kawan lama yang lama tak berjumpa suasana kajian melingkar sambil disuguhi kitab2 dengan huruf arab gundul.

Beliau sebenarnya adalah orang yang satu tahun lebih dahulu hadir di dunia ini daripada saya, tapi secara garis keturunan, saya yang harusnya beliau panggil Oom. Hehe.

Beliau juga orang yang dua tahun lebih dahulu bergabung bersama mereka yang mengacungkan jari tengahnya untuk para penguasa dhalim dan tidak menerapkan aturan-aturan Alloh; barisan orang-orang yang merindukan hidup di bawah satu Super Global State dengan Islam sebagai satu-satunya warna yang memperindah negeri-negeri di Asia, Afrika, Amerika, Eropa dan Australia.

”Lamanya seseorang berkenalan dengan sesuatu tidak menjadi jaminan bahwa dia adalah orang yang paling tahu dan menjadikannya sebagai ’sesuatu’ dalam dirinya” begitu kata orang. Saya awalnya bingung dengan ungkapan itu, namun lama kemudian saya akhirnya mengerti saat bertemu ungkapan lain: ”tidak semua kelapa tua itu semakin tua akan semakin bersantan. Hanya kelapa yang masih bulat utuh saja lah yang akan menjadi semakin bersantan. Karena retak sedikit saja, kelamaan dia akan menjadi busuk!”

Waktu memang merupakan variable penting dalam rangka pembuktian. Waktu akan menjadi saksi kesetiaan pada komitmen, kristalisasi pemahaman, konsistensi loyalitas serta independensi pemikiran seseorang. Waktu akan menyibakkan berbagai tabir kematangan-semu seseorang, sehingga akan jelas hijau atau ranumkah dia.

Setelah saya mendapati pemahaman-pemahaman baru tentang waktu dan kematangan pemikiran, saya memberanikan diri untuk menyentil saudara saya itu di fs. Hmm.. sepertinya percakapan saya dengan dia sekaligus menjadi penutup aja, ya.

Saya: assalamu’alaykum! Kamana wae, om? Hehe bagaymana sudah memulai mengaji lagi kah?

Doski: wa’alaykumsalam. Aya wae. J acan, euy! Tapi saya kira tidak semua hal mesti sama. Perbedaan adalah rahmat. Saya masih dalam proses pencarian..

Saya: ya, memang Tidak semua hal mesti sama, karena jika semua hal sama, maka dunia ini akan mewujud menjadi tempat yang menjemukan! namun ada satu hal, akhi! satu hal! bagaimana menyelaraskan perbedaan itu demi suatu tujuan: kecintaan Tuhan.. sungguh! ana tidak sedang mencoba mengatakan bahwa HANYA jamaah ini yang akan menggiring manusia menuju cinta Tuhan! Ana hanya berusaha menepuk-hangat pundak antm, saat antum (dan banyak orang lainnya) tengah terombang-ambing waktu dan bimbangnya rasa. Ana sebagai saudara-sedarah dan saudara-tak-sedarah antum, berusaha mengatakan bahwa daratan ada di pelupuk mata, akhi..mari merapat..!

[yg ingin ana katakan di testimonial fs ini: mohon jangan artikan sapaan ini sebagai paksaan, namun posisikan sebagai penawaran di tengah perjalanan yang antum jalani: sebuah keterombang-ambingan di tengah "proses"]

Semoga menginspirasi!

TABIK!

[salfa]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar