Informasi--disadari ataupun tidak--akan menjadi bekal bagi kita untuk menilai. Lebih dari menilai, kita akan menentukan bagaimana sikap dan perilaku yang muncul dari informasi yang dimiliki. Orang yang kita mendapatkan informasi tentangnya bahwa dia adalah orang jahat, maka akan kita sikapi dan perlakukan sebagai orang jahat. Begitu pula sebaliknya jika kita mendapat informasi tentang orang baik.
Sebegitu pentingnya informasi, itulah mengapa dis-informasi (fitnah dan hoax) dinilai sebagai perbuatan buruk. Begitu pentingnya informasi, sampai penyampaian informasi yang benar (pun jika infonya benar) dilarang untuk disampaikan karena terkategori sebagai perbuatan ghibah.
Menjadi orang yang dipercaya mendengar dan terlibat dalam peristiwa dengan kategori informasi privat bukanlah hal yang mudah. Anda akan perlu pandai-pandai memosisikan diri sebagai orang yang mengetahui info privat tersebut. Akan ada kondisi dimana anda berfikiran "iya, saya sudah pernah dengar info ini", atau bahkan "yang anda tahu (tentang keburukan) itu belum semuanya. Saya tahu dia lebih parah dari yang anda ceritakan!"
Anda akan terjebak dalam lingkaran dillema, penyampaian yang menyeluruh tentang keadaan yang anda ketahui vs menjaga informasi yang anda tahu itu tidak layak untuk dikonsumsi untuk halayak. Pada akhirnya anda akan perlu memilihkan posisi mana yang anda akan ambil.
'Ala kulli hal, posisi mana pun yang akan dipilih, sebijak-bijaknya manusia adalah yang paham di konteks mana dia perlu untuk ada di posisi mana.
“Cukup seseorang dikatakan dusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar.” (HR. Muslim no. 5)