Hari ini 27 September 2021 adalah kesekian kalinya saya merasakan Lelah yang tidak biasa. Lelah yang berujung pada asa yang terputus. Merasa tidak berdaya dan di ujung usaha. Serasa daya tak lagi bisa diperas karena tak ada lagi sisa.
Jika dipermisalkan sebagai jalan, saya merasa bahwa berada di jalan
buntu. Tembok besar menjulang yang tak ditemukan pintu. Sayangnya saat menoleh
untuk berbalik, jalan yang sudah dilalu tak ada lagi tersisa. Hanya gelap yang
terindera.
Ingin rasanya teriak meminta tolong, tapi siapa yang akan meminjamkan
tangan untuk memecah semua kebuntuan ini? Saya tahu masih ada Tuhan semesta
alam yang terus memantau, tapi saya tahu bantuan akan diberikan pada yang layak
untuk diberikan. Dia pun berfirman bahwa yang tidak berpangku tanganlah yang
akan diulurkan bantuan. Sedangkan saya? Saya merasa sudah menghabiskan seluruh
kekuatan untuk hantaman. Alih-alih minta tolong, saya hanya terdengar seperti
anjing tenggelam yang melolong.
Saya tak memungkiri ada kekasih hati yang selalu menemani. Tak kenal Lelah
menyemangati dengan lantunan kata indah dengan hati penuh terisi. Tapi saya adalah empunya jalan,
bagaimana mungkin tega menimpanya dengan tambahan beban. Menyeretnya sebagai
teman dalam jalan berliku saja membuat saya merasa merasa malu.
Untuk diri saya yang entah akan dalam kondisi bagaimana anda pada saat
membaca tulisan ini lagi, beginilah anda ketika ada ditanggal 27 ini. Saya tak
mampu membayangkan apa lagi upaya yang anda lakukan setelah menulis tulisan ini
untuk diri sendiri. Saya hanya berharap anda baik-baik saja.
Ah, apa ini yang Namanya penyesalan? Tidak! Saya tidak menyesal karena
saya pernah menjalani ini, tapi saya hanya menyesal kenapa banyak kesempatan
yang pernah saya sia-siakan. Duh, manusia memang penuh dengan keluh kesah.
Harusnya saya berkeluh pada Pencipta saya, namun lagi-lagi saya banyak
melewaatkan kesempatan itu.
Saya menjuluki diri dengan gelar Mumtaz. Sebuah doa agar saya
benar-benar menjadi seorang yang cerdas, cerdik, tak kehilangan akal saat
berhadapan dengan tantangan. Itu doanya, namun kadang saya berfikir apakah saya
terlalu tinggi mendoakan diri?
Hal lain yang ada di fikiran saya adalah apakah saya terlalu tinggi
menyimpan impian dan cita-cita dan tidak melihat kapasitas diri? Over-expectation,
kira-kira itukah kata yang tepat? Apa kapasitas yang saya kira itu adalah
kapasitas saya sebenarnya hanya cita-cita yang tidak mungkin dicapai?
Apakah saya sebenarnya sedang berusaha menerjang bidang yang sebenarnya
saya bukan di situ tempatnya? Ikan yang sedang keluar dari air dan memaksa
bertahan hidup di dalamnya—itukah saya sekarang?
Saya saat ini tidak tahu. Saya hanya bertanya pada tuts keyboard di
laptop yang bukan milik saya ini, dan juga pada anda yang saat ini membaca
tulisan saya. Entah ada jawaban atau anda pun tidak tahu sama sekali?
Baiklah, lagipula saya (mungkin) tidak perlu jawaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar