“Quo Vadis Gerakan
Mahasiswa; Protes kenaikan harga BBM, ke
mana arah perubahan yang dituntut?”, inilah tagline yang diangkat oleh Gerakan Mahasiswa Pembebasan Jawa Barat dalam acara
Islamic Intellectual Challenges edisi ke-5 kali ini. Acara Gema
Pembebasan Jawa Barat di bulan Maret ini menghadirkan 3
orang pembicara yaitu Bapak Haris Rusli dari Petisi 28 yang juga mantan aktivis 1998, kemudian Agung Wisnu
Wardana dari DPP Hizbut Tahrir Indonesia, dan yang terakhir dihadirkan Bang Rezaldi
Harisman dari Gema Pembebasan Kota Bandung.
Tentang rencana Pemerintah yang akan
menaikkan harga BBM pada awal April mendatang, Ustd. Agung Wisnu menyampaikan bahwa logika yang dipakai Pemerintah tentang subsidi itu aneh. Beliau menegaskan bahwa Pemerintah telah membohongi
dan berbuat zhalim kepada rakyatnya. Kebohongan itu terlihat
dari hitungan yang beliau paparkan. Beliau membeberkan dengan data yang beliau
dapatkan dari Chevron bahwa ternyata biaya lifting minyak bumi hanya 20$
per barrel, sehingga untuk sampai ke konsumen, harganya hanya sekitar Rp. 1300 –
Rp. 1500. Oleh karena itu, sebenarnya logika subsidi dan pernyataan Pemerintah
tentang subsidi BBM yang membebani APBN adalah bohong, zhalim dan bentuk
pengkhianatan Pemerintah.
Sementara itu, terkait dengan rencana pemerintah ini Bapak Haris Rusli
menyampaikan bahwa ada banyak alasan yang untuk menolak rencana pemerintah ini. Pertama adalah karena alasan moral.
Beliau menyinggung pemerintah
& parlemen yang meminta rakyatnya untuk mengencangkan ikat pinggang, tapi mereka
tidak pernah memberikan contoh bagaimana hidup sederhana. Kedua, karena alasan ekonomi. Beliau
menyatakan bahwa rezim sekarang memandang subsidi hanya
membuang-buang uang, padahal
masyarakat memang harus disejahterakan.
Pemaparan ketiga diakukan oleh Bang Reza. Beliau angkat bicara tentang bagaimana sikap mahasiswa saat ini yang
cenderung apatis dan apolitis. Memang banyak dilakukan protes-protes akan
kenaikan harga BBM ini tapi arah perubahan yang mereka perjuangkan masih yang tidak jelas dan mengambang.
Terkait dengan tuntutan yang diinginkan, ketiga pembicara sepakat
bahwa rezim SBY dan Sistem saat ini harus dirubah. Seperti yang digambarkan
oleh Bapak Haris Rusli, ibarat Komputer yang sudah nge-hang yang harus
restart dan kemudian di-install ulang. Atau ustd. Agung Wisnu mengibaratkannya sebagai pohon yang sudah busuk dari
akarnya dan harus diganti dengan pohon yang baru. Namun
ada perbedaan terkait dengan solusi dan perubahan apa yang diusung. Bapak Haris Rusli
memandang bahwa negeri ini harus dikembalikan kepada Pancasila seperti yang
diusung pada masa Soekarno dahulu, sementara Ustd. Agung Wisnu dan bang Reza melihat bahwa bangsa ini harus
belajar dari peristiwa reformasi ‘98 silam. Saat itu gerakan-gerakan mahasiswa hanya menginginkan turunnya rezim, tidak
jelas siapa pengganitnya dan mau dibawa kemana arah perubahan itu, akibatnya banyak dari mereka hanya menjadi tunggangan para politikus yang oportunis. Oleh karena itu, Bang Reza dan Ust. Agung Wisnu menawarkan untuk menggagas
arah perubahan ke syariah dan Khilafah yang sudah pasti benar, bukan sistem ‘trial
and error’ yang tidak jelas penerapannya.
salah seorang penanya |
Ada yang menarik saat sesi diskusi. Seorang
penanya mengatakan bahwa beliau agak risau saat solusi yang ditawarkan adalah Ideologi
Islam dengan menerapkan Syariah islam. Menurut beliau, jika ada yang mampu
menjelaskan secara filosofi dengan logis tentang kelengkapan sistem Islam
mengatur persoalan politik, ekonomi dan sosial, maka beliau akan mengikuti. Saat
moderator menanyakan jika perwakilan dari hizbut tahrir mampu menjelaskan,
apakah beliau akan ikut Hizbut Tahrir, beliau menjawab “iya!”
Acara yang diselenggarakan
di gedung Aula Lantai 3 Kampus STKS Bandung ini dihadiri
sekitar 60 peserta dari berbagai kampus di kota Bandung dan berlangsung cukup
panas. Di akhir acara, saat closing statement, Bapak Haris Rusli berpesan kepada seluruh elemen masyarakat termasuk mahasiswa bahwa kita harus bersatu untuk
revolusi, turunkan SBY dan kembali ke karakter bangsa kita. Kemudian Ustd. Agung Wisnu
menyampaikan bahwa perlu dilakukan ruang-ruang
dialog seperti IIC ini untuk menyamakan visi pergerakan
dan untuk mengingatkan masyarakat tentang pentingnya kembali kepada Syariah dan Khilafah. Terakhir, Bang Reza menyatakan bahwa Gema Pembebasan menolak kenaikan harga BBM dan menolak aksi-aksi
anarkis yang dilakukan oleh gerakan-gerakan mahasiswa lain, karena sudah
seharusnya mahasiswa bergerak dengan intelektualitasnya sebagai agen perubahan
di tengah masyarakat. Kenaikan BBM ini merupakan bentuk pengkhianatan
pemerintah kepada rakyatanya dan pelanggaran terhadap syariah Islam, tutup bang
Reza.[] [Tim GP Jabar]
Pemberian Penghargaan pada Bang Reza oleh Ketua Pelaksana IIC Edisi V |
Pemberian Penghargaan pada Bpk Haris Rusly oleh PW GP Jawa Barat |
Pemberian Penghargaan pada Ust Agung Wisnu Wardana oleh PW GP Jawa Barat |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar