Berkali-kali saya
mencoba untuk menghilang sementara. Ya setidaknya sampai badainya mereda. Agar ‘nyawa
malu’ bisa terselamatkan.
Tapi akhirnya ada yang
membisiki, “hei, letak badai itu bukan di luar sana, dia ada di dada mu!” ya,
ternyata kecamuk kacau rasa itu ada di dalam sini! Di luar memang “baik-baik”
saja. Hanya perlu hadirnya saya saja. Ternyata.
Di kejadian pertama,
berakhir dengan sang empunya rumah berkata “iya gak apa-apa.. gak sengaja
kan..?” ah, manusia lanjut usia yang baik hati. Terima kasih telah menenangkan
anak SD yang sedang tersedu sedan kala itu.
Kejadian kedua saya
selesaikan dengan merespon sebelum jatuh tempo. Sambil menelan pil pahit malu. Ya,
konsekuensi menghilang sementara memang. Telan saja! Take the consequences..!
Amanah pun selesai, dan
tak ada gunjingan pasca itu. Alhamdulillah, naik kelas pula saya di mata banyak
orang senior kala itu.
Sedangkan kejadian
ketiga, karena terlewat tenggat waktu. GAGAL TOTAL memang. Namun saya berpikir,
ini bukan akhir segalanya. Saya temui perwakilan penanggung jawab agenda. Menjelaskan
seluruh kronologis, lalu menutupnya dengan permohonan maaf. Ah, manusia memang mungkin
lalai.
Begitulah cara saya
akhiri semua fase menghilang itu. Hadapi saja. Hantam. Tak peduli berhamburan
malu, dikata tak punya wajah, tak bertanggung jawab. Hei, justru menemui penanggung
jawab itu adalah bentuk tanggung jawab!
“Karena tak dikata cacat
sebuah wajah rupawan karena ada goresan luka kecil, maka tunjukkan saja seluruh
wajah mu itu!”
Halah tulisan macam apa
pulak di atas ini?!?!
Saya cuma mau bilang: ayolah datang saja. Temui meski mungkin malu. Menghilang itu tidak sehat untuk kesehatan
pikiran.
Nb: this is special for
you. Yes, it's for you.
Don't forget to smile and energic, as always. :)
Don't forget to smile and energic, as always. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar