Hai malam ku! Engkau pernah bercerita dengan lisan mu yang menenangkan. Tentang bagaimana riak rasa mulai hadir saat tatap mata terlempar pada pemuda kucel yang senantiasa berlari itu.
Kini izinkan aku berkisah tentang langkah demi langkah rasionalisasi rasa yang membuat separuh jiwa akhirnya tertitipkan di dirimu.
Bagiku memutuskan untuk berada dalam bahtera yang mengarungi samudera artinya adalah memilihkan pangkal bagi generasi. Bukan sekedar "egois" untuk diriku.
Ah aku memang orang yang senang sekali bertele-tele! Intinya aku jatuh cinta padamu karena aku yakin anak-anak kita akan juga merasakan jatuh cinta yang sama. Aku juga yakin mereka akan bangga padamu karena cerdas dan pekerti mu sebagaimana aku merasa bangga karena hal yang sama.
Maka akhirnya ku titipkan definisi sayang, perhatian, cinta, dan sosok ibu padamu. Karena kamu terlanjur berlarian di kepalaku sejak saat itu. Waktu ku tahu betapa sederhananya cara kau berjuang dengan garis hidup mu yang tidak mudah itu. Menariknya, kau bukan hanya bertahan, namun juga berhasil melampauinya dengan banyaknya capaian! Jatuh cinta ku dibuatmu!
Adinda, kau adalah anugerah dan rahmat yang dihantarkan-Nya begitu dekat denganku. Begitu besar rasa syukurku, seandainya bisa, aku meminta jangan pernah Allah timpakan padamu sakit. Tak apa bila ditukar denganku saja. Seandainya bisa.
Namun sunatullah tidak bisa dibantah, ketetapan-Nya tidak bisa dirubah. Aku akhirnya hanya bisa menyampaikan permohonanku padaNya agar kelak kau berakhir di sebaik-baik tempat di akhirat dengan diberikan privilege memilih dari pintu mana kau akan masuk. Alpa dan lupa mu, ku minta dilupa saja.
Ya, wahai gula di kehidupanku, aku ridha padamu. Semoga Allah senantiasa merahmatimu dan izinkan dititipi jiwa yang lapang.
11_04_2025
Dari suami mu yang sedang membuatmu merasa kecewa.