29 Apr 2014

Memories

Mendadak saya ingin menulis. Iya, sekedar menuliskan apa yang tadi tiba-tiba melompat-lompat di kepala sore tadi saat di atas motor. Seperti biasa, mungkin bukan hal yang penting untuk dituliskan, tapi tetap saja saya tuliskan. Ya.. Namanya juga blog suka-suka saya. hehe

Sore ini hujan turun lebat. Tidak lama memang, bahkan tidak lebih dari jarak separuh perjalanan saya dari kosan menuju daerah kampus. Selepas melepas dahaga rerumputan, hujan mulai menghilang bersama dengan gumpalan awan. Saya tetap meneruskan perjalananan dengan keadaan basah kuyup.

Di kecepatan sekitar 60 km/jam saya tiba-tiba merasakan suasana yang serasa tidak asing: mendung di sore hari dengan matahari yang hendak tenggelam. Tiba-tiba rasa rindu menyergap. Iya, rindu. Jangan lempar pertanyaan: "pada siapa", karena saya merindu suasana, bukan "hanya" pada orang-orang yang ada di sana.

Semasa usia 3 bulan hingga 13 tahun, saya dibesarkan di kota (yang dahulunya) kecil. Bukan tempat kelahiran memang, namun penuh dengan kenangan. Di kota kecil itu saya tinggal di komplek yang tidak begitu besar dengan hamparan lapang yang luas. Tempat kami semua, anak komplek Bumi Asih, menghabiskan energi dengan bermain bola. Tentu tanpa alas kaki.

Kami bermain nyaris tanpa ada jeda hari di setiap sore, termasuk di hari itu; hari saat hujan lebat turun sesaat. Bak pejalan kaki yang menemukan oase di gurun Sahara, kami menghambur ke lapang yang digenangi air di bagian tengahnya. Wangi rerumputan diterpa angin agak kencang mengantarkan hingga sampai di indera penghindu. Sejurus kemudian pandangan saya tertuju ke arah langit sore yang masih disesaki awan hitam sambil ditemani matahari. Tak lama dari itu, saya pun berteriak "aaaaa!!" pertanda rasa senang tidak terkira karena kami akan bermain bola dengan keadaan lapangan basah sambil kotor-kotoran: kebahagiaan sederhana yang hampir semua anak kecil biasa rasakan.

Hujan lebat sesaat di sore hari dengan matahari yang hendak tenggelam dan harum tanah yang menerpa indra penghindu itulah yang menghantarkan pada rasa rindu tak terkira pada rasa senang saat itu, pada kota tempat saya bermain bola, dan pada semua suasana saat itu.

Pernahkah kalian merindu seperti itu? Mungkin pernah. Bukan! Bukan merindu pada orang belaka, namun pada keadaan dan suasana.

Lebih dari itu, mampukah kita membuat orang lain merasa rindu dengan keadaan yang kita ciptakan? Mampukah kita memaksa orang lain mengatakan 'tanpa sadar': "rindu saat bersama fulan", "rindu ditegur fulan saat saya hampir berbuat maksiyat", "rindu saat ber-halqah dengan fulan".

Iya, saya sedang bertanya pada diri sendiri. Bisakah membuat orang merasa rindu dengan hadirnya saya? Bisakah membuat orang merasa rindu dengan peringatan yang saya berikan? Bisakah membuat orang merasa rindu dengan per-halqah-an yang saya pimpin?

Entahlah~

                                                                                                 
Ditulis saat rasa rindu pada kota Serang Banten memenuhi kepala.
read more

お父さん

 Tidak begitu jelas saya ingat, tapi jika tidak salah saat itu hari Ahad. Hari saya biasa pulang ke kampuang halaman yang hanya berjarak 1,5 atau maksimal 2 jam perjalanan dari "perantauan" saya. Bukan jarak yang jauh untuk dikatakan sebagai perantauan memang. Tapi agenda-agenda di kota 'perantauan' yang menahan untuk bertatap dengan orang rumahlah yang membuat jarak 2 jam perjalanan terasa lebih jauh. Meski bukan masalah besar karena teknologi selalu membuat saya bisa sering pulang. Adakalanya hingga dua-tiga kali sepekan. Hebat, ya?

Ah, saya hampir saja lupa menceritakan tentang hari Ahad itu. Iya, hari itu seperti hari Ahad lain, hari bertemu orang hebat dalam hidup saya: orangtua. Kenapa dikatakan hebat? Karena mereka mampu membuat saya hidup hingga saya bisa bertemu kalian melalui tulisan yang entah apa ini. hehe

Lalu apa spesialnya hari Ahad itu hingga saya merasa perlu menuliskannya? Sabar.. Sabar..

read more