25 Feb 2012

Islamic Intellectual Challenges IV | Auditorium Miracle UNIKOM Bandung



Sabtu, 25 Februari 2012 Gerakan Mahasiswa Pembebasan wilayah Jawa barat kembali menggelar acara bulanannya, Islamic Intellectual Challenges (IIC) edisi 4. Edisi bulan Februari ini, dihadirkan 3 orang pembicara, Ust. Eri Taufik Abdul Karim (DPD II HTI Bandung), Bpk. Kol. (Purn.) Herman Ibrahim (Pengamat Politik), Imaduddin al-Faruq (aktivis Gema Pembebasan Kota Bandung). Menyambut geliat mahasiswa yang semakin panas, Gema Pembebasan mengangkat tema “Gerakan Mahasiswa Menggugat Rezim Neoliberal!.”
ust taufiq

Pembicara pertama ust. Eri Taufik Abdul Karim menjelaskan—dengan mengutip dari Wikipedia—bahwa secara umum Neoliberalisme itu merupakan sebuah bentuk penjajahan ekonomi gaya baru, yang sistem ekonominya lebih fokus pada pasar bebas. Semua ditentukan dari permainan di dalam pasar tersebut. Menurut beliau, ini adalah permainan politik yang syarat dengan kepentingan pemilik modal. Kita bisa melihat fakta di lapangan, perusahaan-perusahaan negara diprivatisasi dengan dilegalisasi undang-undang. Kemudian beliau menyimpulkan bahwa sebenarnya neoliberalisme bukan hanya ranah ekonomi saja, tapi politik, hukum dan yang berkaitan dengan itu juga ikut bermain. Ini merupakan sebuah permasalahan sistemik.
Bpk. Kol. (Purn.) Herman Ibrahim

Dilanjutkan dengan pemaparan dari Bpk. Herman Ibrahim, beliau menyampaikan bahwa ada kata kunci yang bisa kita ambil  dari pemaparan pembicara sebelumnya, yakni bahwa permasalah neoliberalisme adalah permasalahan sistemik, jadi siapapun orangnya selama sistemnya masih seperti ini yakni neoliberalisme maka keadaan akan terus seperti ini (bermasalah). Beliau banyak menyampaikan tentang sejarah negeri ini. Bagaimana negeri ini sudah dan masih di jajah sejak dulu. Negeri ini tergadaikan sejak awal “kemerdekaan”. Beliau juga kemudian menyampaikan bahwa sumpah pemuda, yang sering dijadikan salah satu hujjah bahwa bentuk nation-state Indonesia merupakan kesepakatan bangsa Indonesia, sebenarnya hanyalah sebuah ikrar dari beberapa perwakilan pemuda daerah saja, tidak sama sekali merepresentasikan seluruh kelompok-kelompok pemuda di Indonesia, entah dari mana ikrar itu berubah menjadi sebuah sumpah.
Imaduddin al-Faruq
Terakhir, pandangan dari pembicara ketiga, Imaduddin al-Faruq. Abang aktivis Gema yang satu ini dengan berapi-api mengatakan, awal pergerakan mahasiswa bisa kita awali dari Bandung. Beliau mengutarakan bahwa pada kasus 98, peran pergerakan mahasiswa di Bandung sangat membantu dalam penjatuhan rezim diktator Orde baru. Dua kampus besar yang ada di bandung yaitu Unpad dan ITB mempunyai romantisme sejarah perjuangan mahasiswa yang cukup mengagumkan. Namun kini, mahasiswa di dua kampus tersebut sekarang cenderung apatis dan apolitis. Bang Imad menyampaiakan bahwa ada 3 faktor penyebab apatisme mahasiswa tersebut. Pertama, gaya hidup mahasiswa yang hedonis, bermewah-mewahan (merupakan bagian dari jarum suntik liberal dalam membunuh karakter mahasiswa). Kedua, fenoma percintaan di dunia mahasiswa, kisah-kisah asmara yang terus dicekoki oleh media (merupakan pemandulan mahasiswa dengan difokuskan pada virus merah-jambu). Ketiga, birokrat kampus yang menyusahkan. Mahasiswa dibuat hanya sibuk dengan tugas-tugas, kegiatan-kegiatan kampus, hanya focus pada dunia kerja dan sebagainya (menjadi politik yang dimainkan sebagaimana orba, dengan pemadatan perkuliahan). Bang imad, mengatakan bahwa peristiwa 98 adalah akhir dari kekritisan mahasiswa, setelah itu mahasiswa mati dengan segudang aktivitas mandulnya.

Acara yang dihadiri sekitar 100 peserta ini Alhamdulillah berjalan dengan baik dan cukup memanas pada saat tanya jawab. Ada pesan yang cukup menarik yang disampaiakan oleh bpk. Herman Ibrahim, organisasi islam masa lalu seperti HMI, KAMMI, dan sejenisnya sudah tidak bisa diharapkan lagi. Mereka sudah kehilangan identitas sebagai mahasiswa gerakan. Idealisme itu sudah tergadaikan dengan jabatan. Beliau mengingatkan bagaimana tokoh-tokoh politik masa kini ketika dulu masih sebagai aktivis mahasiswa. Selain itu, parpol-parpol yang ada pun dikatakan sudah tidak bisa dipercaya. Entah yang berwarna biru, kuning, merah, hijau, dsb. Bahkan disindir dengan analogi angkot.

Ketiga pembicara sepakat bahwa perlu ada sinergitas antara mahasiswa sebagai pemicu perubahan, masyarakat, partai politik yang akan mengarahkan dan mencerdaskan pemikiran masyarakat, dan juga militer yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk benar-benar bisa merubah sistem negeri menjadi lebih baik yaitu dengan sistem Islam.

Gerakan mahasiswa saat ini sudah tidak ada pilihan lain lagi, harus mengusung Ideologi Islam sebagai proposal jawaban atas segala persoalan di negeri ini. Dengan modal Ideologi Islam dan quwwah ruhiyah-lah rezim neoliberal beserta akar sistemnya dapat dicabut dan dibuang dari negeri ini. “Maka bergeraklah wahai mahasiswa!” pekik bang imad.[] [Tim GP Jabar]



Sambutan penanggungjawab IIC Jawa Barat


read more